Widgetized Footer

Apr 11, 2007

Nglencer ”Berjamaah” Lagi

PERSIKMANIA, kalianlah pendukung sejati kesebelasan Persik Kediri. Jangan iri, bila tidak bisa menyaksikan pertandingan Persik melawan Shanghai Shenhua, ataupun bertandang ke kandang Sidney FC. Cukup wakilkan pada 30 anggota DPRD Kota Kediri. Mereka akan menjadi mata dan telinga kalian.

Jangan bersedih di dalam kamar nan suntuk. Apalagi menangis sampai meraung-raung. Cukup tanyakan gegap gempitanya lapangan hijau kepada wakil rakyat kita. Mereka-anggota dewan terhormat adalah wakil rakyat dalam segala hal-termasuk dalam menonton pertandingan sepakbola-. Kalau kalian belum puas, titipkan handycam ataupun kamera digital kepada anggota dewan. Biar mereka melaporkan sekaligus menjadi reporter bagi kalian, 30 ribu anggota Persikmania.

Jangan pernah iri, benci, ataupun berburuk sangka. Anggota dewan kita, merupakan sekelompok pemegang kuasa. Ya, kuasa atas apapun sampai-sampai mereka seperti memiliki saham di Persik Kediri. Harap dijadikan maklum. Terkadang ”Tuhan” mereka, berbeda dengan Tuhan, yang setiap hari selalu kita ingat, kemudian larut dalam setiap aliran darah, dan denyut nadi kita.

Uang, telah dituhankan. Lembaran rupiah telah menguasai denyut nadi, kemudian memompa denyut jantung, untuk sekadar melampiaskan nafsu duniawi. Ratusan juta dana APBD tak menjadi soal untuk biaya nglencer. Lantas, apakah salah bila menjadi ”Supporter Eksekutif” Persik Kediri? Kemudian apa salah bila Persik bertanding ke China dan Australia?

Jangan pernah menarik garis lurus, untuk memisahkan kedua pertanyaan itu. Apalagi sekadar mencari benar dan salah, patut atau tidak patut. Semuanya kembali kepada ”Uang” yang telah menjadi sebuah tuhan, bagi mereka yang benar-benar tergantung dengan lembaran rupiah. Itu dengan catatan, kalau kita mengartikan Tuhan, merupakan dzat yang melingkupi, dan menaungi hidup kita. Arti praktisnya adalah, kita tidak bisa hidup tanpa dzat tersebut.

Dalam runutan perjalanan panjang negeri ini, DPRD merupakan sebuah lembaga yang mewakili rakyat untuk mengawasi kinerja eksekutif-dalam kasus ini adalah Pemkot Kediri-. Sebanyak 30 anggota dewan itu, merupakan bagian dari roda pemerintahan. Mereka pula, yang menentukan Persik tetap berdiri atau tidak.

Dapat subsidi dari APBD atau tidak. Posisi tawar menawar ini, yang dikemudian hari menimbulkan sebuah “kesepakatan” antara pemkot dan wakil rakyat. Persik Kediri tanpa kesulitan berhasil meloloskan dana Rp15 miliar untuk mengarungi Liga Djarum Indonesia, dan Liga Champions Asia.

Hingga akhirnya muncul ”Nglencer berjamaah” sambil nonton anak buah Iwan Budianto menari-nari di lapangan hijau.

Sungguh, hal itu merupakan kesepakatan yang indah dan manis, bagi sebuah kota kecil di lembah yang mempertemukan Gunung Wilis dan Gunung Kelud. Dikatakan indah karena sampai dinding pun enggan berbicara. Dan, dikatakan manis, karena sampai hanya ada seorang anggota dewan yang enggan berangkat ke negeri tirai bambu, maupun negeri kangguru.

Tapi apa hendak dikata. Palu sidang sudah terlanjur digedok. Silakan rakyat tersenyum kecut. Pada akhir April dan Mei mendatang, pejabat dan wakil rakyat Kota Kediri, akan bedol kota melihat keelokan sebuah kota bernama Shanghai dan Sidney. Total biaya perjalanan para duta menonton sepakbola itu, lebih dari setengah miliar.

Terlepas apakah biaya itu ditanggung sendiri-sendiri atau dana APBD yang disalurkan Persik Kediri, kenyataan itu, merupakan sebuah bentuk ketidakpekaan pejabat dan anggota dewan. Pahamkah atas kata yang disebut efisiensi. Atau, jangan-jangan mereka tidak paham apa yang disebut urgensi. Mereka sepertinya tak punya kepekaan akan apa yang tengah dihadapi rakyat sekarang.

Toh kalau sekadar menonton hasil pertandingan Persik, internet telah menyediakan segala-galanya. Apalagi hanya sekadar melihat hasil pertandingan, melihat Shanghai dan Sidney dari pojok warnet pun, sangat-sangat bisa. Jika tidak bisa mengakses internet, bukankah mereka bisa menyuruh stafnya untuk melihat. Setidaknya tidak harus mengeluarkan biaya Rp0.5 miliar untuk sekadar melihat hasil pertandingan Persik.

Berkunjung ke kota dari sebuah negara yang lebih maju, banyak petikan pelajaran yang diambil. Mulai tata ruang hingga pengaturan parkir yang lebih tertata, atau studi banding bagaimana memajukan sebuah tim sepakbola yang profesional. Sungguh sulit memahami logika berpikir anggota dewan dan pejabat Kota Kediri. Lantas, sesuadah pulang dari sana, kontribusi mereka pada rakyat apa?

Dalam banyak kasus studi banding, para anggota dewan kita banyak yang pulang dengan tangan hampa. Program hasil studi banding nonsense diterapkan di Kota Kediri. Apalagi membangun sepakbola profesional jangan berharap. Silakan saja menjadi suporter VVIP (Very Very important Person) Persik Kediri di China maupun Australia. Kalau tidak ingin, mengutip Gus Dur, disebut sebagai bagian dari sekolah yang bernama taman kanak-kanak. (edi purwanto)

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog