Widgetized Footer

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Nov 5, 2007

Ditilang Polisi, Minta Slip Biru Aja

Pengalaman berharga,
Hati hati ya kalo kita lagi survey cari lendir trus diberhentiin PolisiBangsatJalana n semoga berkenan

Contoh nyata pas gw ditilang di mampang,
gw foto orangnya, karena dia menyatakan : SLIP BIRU SUDAH TIDAK BERLAKU gw bilang: bapak bilang slip biru sudah tidak berlaku yah? kao gitu bapak saya foto yah dia bilang : silahkan aja (sambil mesam-mesem trus cemberut pas gw foto beneran) nah, gw foto tuh, trus gw bilang: show me the rule, and i'll obey it dia berkeras bahwa suratnya ada di kantor, (mentang2 lihat gw full pakaian rapi, dipikirnya buru2)

gw bilang, ayok, ke kantor bapak, saya siyh OK aja, asal dikasiyh lihat peraturan yang menyatakan bahwa slip biru sudah tidak berlaku. eh, polisinya jiper, trus dia akhirnya kasiyh gw slip biru dengan catatan: kalo ada apa2 saya nggak tanggung jawab yah.
gw tanya balik: maksudnya apa-apa itu apa pak? dia jawab: ya ilang or gimana gitu pak thd sim-nya gw jawab: iya (dalam hati, kalo ampe ilang toh gw punya foto elo koq) hahahahahahahahaha

nah gw saranin yg emang niat lawan polisi, mendingan punya fotokopi SIM kita, karena kalo ampe di-ilangin, untuk buat lagi, jauh lebih mudah kalo ada nomer SIM-nya, apalagi kalo kita simpen fotokopinya. intinya kalo mao lawan polisi, ya udah, cuek aja, selama duidnya buat negara, insya allah gw rela, tapi kalo buat oom polisi, enggak deh..!!!!!!! !!! niyh gw attach foto polisinya

yg pas gw foto bilangnya silahkan aja foto, eh pas bunyi cekrek gitu langsung cemberut hahahahahaha dipikirnya gw takut? gw takut sama hukum bukan sama polisi...!!! !!!!!

Semoga Bermanfaat
Dear All.....
mengenai form biru yg lagi hangat-hangatnya dibicarain
Berhubung mobil lagi gak bisa diajak keliling2 siang ini saya ke kantor naik Motor andalan...sampailah Muter di depan Mall Arta gading...pas Muter saya di hadang oleh polisi berikut kira2 pembicaraan saya dengan Bp.Polisi :

Polisi : Slmat siang mas , bisa lihat Sim dan STnk?
Surya : Ok Pak...
P : Mas tau..kesalahannya apa?
S : Gak pak

P : Ini nmr Polisinya gak seperti seharusnya neh ( sambil nunjuk ke plat nmr motor saya yg memang gak standart..) sambil langsung mengeluarkan Jurus sakti mengambil buku tilang...lalu menulis dengan sigap

S : pak Jgn di tilang degh..wong Plat aslinya udah gak tau ilang
kemana...kalo ada pasti saya pasang pak.

P : sudah...saya tilang saja...kamu tau gak banyak motor curian skrg...(dengan nada Keras !! )
S : (dengan Nada keras Juga ) Lah !! motor saya kan ada STNK nya pak , ini kan bukan motor curian !!!

P : kamu itu kalo di bilangin kok ngotot ( dengan nada lebih tegas !! ) kamu trima aja Surat tilangnya (sambil menyodorkan surat tilang warna ( MERAH )
S : Maaf pak saya gak mau yg warna Merah suratnya.... -Saya mau yg warna Biru aja

P : Hei !! (dgn nada membentak ) kamu tau gak sdh 10 Hari ini form biru itu gak berlaku !!!
S : Sejak kapan pak Form Biru surat tilang gak berlaku?

P : inikan dalam rangka Operasi kamu itu gak boleh minta form Biru...dulu iyah kamu bisa minta form biru ...tp sekarang ini kamu gak bisa... kalo kamu gak kamu ngomong sama komandan saya ( dengan nada keras dan ngotot )
S : Ok pak , kita ke komandan bapak aja sekalian ( dengan nada Nantangin tuh polisi)

P : (dengan muka bingung ) kamu ini melawan Petugas !!
S : Siapa yg melawan bapak !! saya kan cuman minta Form Birunya...Bapak kan yang gak mau ngasih

P : (sambil narik lengan saya ) kamu jgn macam2 yah,,,..saya bisa kenakan pasal melawan petugas !!!
S : Saya gak melawan Bapak !! ( dengan nada kencang karena saya merasa gak nyaman dengan cengkraman tangan ke lengan saya) kenapa bapak bilang form biru udah gak berlaku? gini aja pak saya foto bapak aja degh...kan bapak yg bilang form biru gak berlaku ( sambil ngambil HP nokia N70 kaliber 2
Mp)

P : Hei !! kamu bukan wartawan kan, Kalo kamu foto saya, saya bisa kandangin motor anda ( sambil berlalu dari saya )
S : saya kejar itu polisi dan sudah siap melepaskan "shoot pertama" (tiba2 di halau oleh seorang anggota Polisi lagi )

P 2 : Mas , Anda gak bisa foto petugas sepeti itu...
S : lah si bapak itu yg bilang form biru gak bisa di kasih ( sambil tunjuk polisi yg tilang saya ) lalu si polisi ke 2 itu menghampiri polisi yg tilang saya..


Ada pembicaraan singkat terjadi antara polisi yg menghalau saya dan polisi yg nilang saya akhirnya polisi yg menghalau saya mendatangi saya

P 2 : Mas mana surat tilang yg merah nya? ( sambil meminta )
S : gak sama saya pak.... sama temen bapak kali tuh? ( polisi ke 2 memanggil polisi yg nilang saya )


P : sini tak kasih surat yg biru ( dengan nada kesal , muka berak ( upsss sorry ) ) Lalu polisi yg nilang saya menulis nominal denda sebesar Rp.30.600 sambil berkata " nih kamu bayar skrg ke BRI ..lalu kamu ambil laghi sim kamu di sini saya tunggu
S : (sambil ngasih Senyum Pepsodent ) ok pak ..gitu donk kalo gini dari tadi kan enak... langsung ngacir Ke BRI...


Hatiku senang bgt walaupun di tilang, Ngasih Pelajaran Berharga Ke Polisi itu....dan kepada Boss and Biss serta Bro semua sekalian kalo di tilang kita
berhak Minta Form Biru...gak perlu nunggu 2 minggu untuk sidang.. si Polisi itu gak dpt apa2 ... jgn pernah pikir Gw mau ngasih DUIT DAMAI....

hiii amit2...mending gw bayar mahal ke negara...biar di pakai untuk pembangunan ehehhe..maaf kepanjangan. -..

HIDUP FORM BIRU !

BUAT YANG BELUM TAHU, SEMOGA BERMANFAAT

Info for you guys!

Semoga bermanfaat.. .


Guys... Sekedar info nih. Kalau kena tilang, langsung minta aja Slip Biru. Polisi Lalulintas itu punya 2 slip. ; · Slip Merah dan Slip Biru.


· Kalau Slip Merah, berarti kita menyangkal kalau melanggar aturan dan mau membela diri secara hukum.

Kalau kita dapat Slip Merah, berarti kita akan disidang. Dan SIM kita harus kita ambil di pengadilan setempat.

Tapi ngerti sendiri kan prosesnya? Nguantri yg panjang bgt. Belom lagi calo2 yang bejibun.

·Tetapi kalau ;
· Slip Biru kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda... kita tinggal transfer dana ke nomer rekening tertentu (BNI kalo ga salah).

Abis gitu kita tinggal bawa bukti transfer untuk di tukar dengan SIM kita di kapolsek terdekat dimana kita ditilang.

Misalnya, kita ditilang di Perempatan Mampang-Kuningan, kita tinggal ambil SIM kita di Polsek Mampang. Dan denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya itu tidak melebihi Rp. 50.000,- dan dananya Resmi, masuk ke Kas Negara.

Jadi, kalau ada Polantas yang sampe minta undertable Rp. 75.000,- atau Rp. 100.000,-

Biasanya di Bunderan HI arah Imam Bonjol tuh, (sorry) but it's Bu**S**t


Masuk kantong sendiri.
Trust me guys, I've been doing this before.
Waktu kena tilang di Bundaran Kebayoran (Ratu Plaza). Saya memotong garis marka.
Karena dari arah senopati sebelumnya saya berfikir untuk ke arah Senayan, tetapi di tengah jalan saya berubah pikiran untuk lewat sudirman saja.
Dan saya memotong jalan. Saya berhenti di lampu merah arah sudirman.
Dan tiba-tiba Seorang polisi menghampiri dan mengetok kaca mobil. Dia tanya, apa saya tau kesalahan saya? Ya saya bilang nggak tau.

Trus dia bilang kalau saya memotong Garis Marga. Saya cuman bilang, masa sih pak? saya nggak liat. Maafin deh pak. Tapi dia ngotot meminta SIM saya.

Alhasil saya harus berhenti sejenak untuk bernegosiasi. Dia meminta Rp.70.000,-. Dengan alasan, kawasan itu adalah Kawasan Tertib Lalulintas.
"Nyetir sambil nelfon aja ditilang mbak!". Dia bilang gitu . Saya kembali ke mobil, dan berbicara sama teman saya yang kebetulan menemani perjalanan saya. Teman saya bilang, "Udah kasih aja Rp . 20.000 ,-

kalo ga mau loe minta Slip Biru aja". Dengan masih belum tau apa itu Slip Biru, saya kembali menghampiri pak polisi sambil membawa uang pecahan Rp.20.000,-. "Pak, saya cuman ada segini." Si polisi dengan arogannya berkata , "Yaahh.. segitu doang sih buat beli kacang juga kurang mbak".


Sambil tertawa melecehkan dengan teman2nya sesama `Polisi Penjaga`. "Ya udah deh pak, kalo gitu tilang aja. Tapi saya minta Slip yang warna Biru ya pak!".

Seketika saya melihat raut wajah ketiga polisi itu berubah.
Dan dengan nada pelan salah satu temannya itu membisikkan, tapi saya masih mendengar karna waktu itu saya berada di dalam pos.

"Ya udah, coba negoin lagi, kalo ga bisa ga papalah. Penglaris, Mangsa Pertama.

Hahahaha..." . Sambil terus mencoba ber-nego. Akhirnya saya yang menjadi pemenang dalam adu nego tersebut. Dan mereka menerima pecahan Rp.20.000,- yang saya tawarkan dan mengembalikan SIM saya.

Dalam perjalanan, teman saya baru menjelaskan apa itu Slip Biru.
so, kalo ditilang. Minta Slip Biru aja ya! Kita bisa membayangkan dong, bagaimana wajah sang polantas begitu kita bilang, "Saya tilang aja deh pak,

Saya mengaku salah telah menerobos lampu merah.Tolong Slip Biru yah!". Pasti yang ada dalam benak sang polisi "Yaahh... ngga jadi panen deh gue..."

Ditilang Polisi, Minta Slip Biru Aja

Pengalaman berharga,
Hati hati ya kalo kita lagi survey cari lendir trus diberhentiin PolisiBangsatJalana n semoga berkenan

Contoh nyata pas gw ditilang di mampang,
gw foto orangnya, karena dia menyatakan : SLIP BIRU SUDAH TIDAK BERLAKU gw bilang: bapak bilang slip biru sudah tidak berlaku yah? kao gitu bapak saya foto yah dia bilang : silahkan aja (sambil mesam-mesem trus cemberut pas gw foto beneran) nah, gw foto tuh, trus gw bilang: show me the rule, and i'll obey it dia berkeras bahwa suratnya ada di kantor, (mentang2 lihat gw full pakaian rapi, dipikirnya buru2)

gw bilang, ayok, ke kantor bapak, saya siyh OK aja, asal dikasiyh lihat peraturan yang menyatakan bahwa slip biru sudah tidak berlaku. eh, polisinya jiper, trus dia akhirnya kasiyh gw slip biru dengan catatan: kalo ada apa2 saya nggak tanggung jawab yah.
gw tanya balik: maksudnya apa-apa itu apa pak? dia jawab: ya ilang or gimana gitu pak thd sim-nya gw jawab: iya (dalam hati, kalo ampe ilang toh gw punya foto elo koq) hahahahahahahahaha

nah gw saranin yg emang niat lawan polisi, mendingan punya fotokopi SIM kita, karena kalo ampe di-ilangin, untuk buat lagi, jauh lebih mudah kalo ada nomer SIM-nya, apalagi kalo kita simpen fotokopinya. intinya kalo mao lawan polisi, ya udah, cuek aja, selama duidnya buat negara, insya allah gw rela, tapi kalo buat oom polisi, enggak deh..!!!!!!! !!! niyh gw attach foto polisinya :))

yg pas gw foto bilangnya silahkan aja foto, eh pas bunyi cekrek gitu langsung cemberut hahahahahaha dipikirnya gw takut? gw takut sama hukum bukan sama polisi...!!! !!!!!

Semoga Bermanfaat ;)
Dear All.....
mengenai form biru yg lagi hangat-hangatnya dibicarain = )
Berhubung mobil lagi gak bisa diajak keliling2 siang ini saya ke kantor naik Motor andalan...sampailah Muter di depan Mall Arta gading...pas Muter saya di hadang oleh polisi berikut kira2 pembicaraan saya dengan Bp.Polisi :

Polisi : Slmat siang mas , bisa lihat Sim dan STnk?
Surya : Ok Pak...
P : Mas tau..kesalahannya apa?
S : Gak pak

P : Ini nmr Polisinya gak seperti seharusnya neh ( sambil nunjuk ke plat nmr motor saya yg memang gak standart..) sambil langsung mengeluarkan Jurus sakti mengambil buku tilang...lalu menulis dengan sigap

S : pak Jgn di tilang degh..wong Plat aslinya udah gak tau ilang
kemana...kalo ada pasti saya pasang pak.

P : sudah...saya tilang saja...kamu tau gak banyak motor curian skrg...(dengan nada Keras !! )
S : (dengan Nada keras Juga ) Lah !! motor saya kan ada STNK nya pak , ini kan bukan motor curian !!!

P : kamu itu kalo di bilangin kok ngotot ( dengan nada lebih tegas !! ) kamu trima aja Surat tilangnya (sambil menyodorkan surat tilang warna ( MERAH )
S : Maaf pak saya gak mau yg warna Merah suratnya.... -Saya mau yg warna Biru aja

P : Hei !! (dgn nada membentak ) kamu tau gak sdh 10 Hari ini form biru itu gak berlaku !!!
S : Sejak kapan pak Form Biru surat tilang gak berlaku?

P : inikan dalam rangka Operasi kamu itu gak boleh minta form Biru...dulu iyah kamu bisa minta form biru ...tp sekarang ini kamu gak bisa... kalo kamu gak kamu ngomong sama komandan saya ( dengan nada keras dan ngotot )
S : Ok pak , kita ke komandan bapak aja sekalian ( dengan nada Nantangin tuh polisi)

P : (dengan muka bingung ) kamu ini melawan Petugas !!
S : Siapa yg melawan bapak !! saya kan cuman minta Form Birunya...Bapak kan yang gak mau ngasih

P : (sambil narik lengan saya ) kamu jgn macam2 yah,,,..saya bisa kenakan pasal melawan petugas !!!
S : Saya gak melawan Bapak !! ( dengan nada kencang karena saya merasa gak nyaman dengan cengkraman tangan ke lengan saya) kenapa bapak bilang form biru udah gak berlaku? gini aja pak saya foto bapak aja degh...kan bapak yg bilang form biru gak berlaku ( sambil ngambil HP nokia N70 kaliber 2
Mp)

P : Hei !! kamu bukan wartawan kan, Kalo kamu foto saya, saya bisa kandangin motor anda ( sambil berlalu dari saya )
S : saya kejar itu polisi dan sudah siap melepaskan "shoot pertama" (tiba2 di halau oleh seorang anggota Polisi lagi )

P 2 : Mas , Anda gak bisa foto petugas sepeti itu...
S : lah si bapak itu yg bilang form biru gak bisa di kasih ( sambil tunjuk polisi yg tilang saya ) lalu si polisi ke 2 itu menghampiri polisi yg tilang saya..


Ada pembicaraan singkat terjadi antara polisi yg menghalau saya dan polisi yg nilang saya akhirnya polisi yg menghalau saya mendatangi saya

P 2 : Mas mana surat tilang yg merah nya? ( sambil meminta )
S : gak sama saya pak.... sama temen bapak kali tuh? ( polisi ke 2 memanggil polisi yg nilang saya )


P : sini tak kasih surat yg biru ( dengan nada kesal , muka berak ( upsss sorry ) ) Lalu polisi yg nilang saya menulis nominal denda sebesar Rp.30.600 sambil berkata " nih kamu bayar skrg ke BRI ..lalu kamu ambil laghi sim kamu di sini saya tunggu
S : (sambil ngasih Senyum Pepsodent ) ok pak ..gitu donk kalo gini dari tadi kan enak... langsung ngacir Ke BRI...


Hatiku senang bgt walaupun di tilang, Ngasih Pelajaran Berharga Ke Polisi itu....dan kepada Boss and Biss serta Bro semua sekalian kalo di tilang kita
berhak Minta Form Biru...gak perlu nunggu 2 minggu untuk sidang.. si Polisi itu gak dpt apa2 ... jgn pernah pikir Gw mau ngasih DUIT DAMAI....

hiii amit2...mending gw bayar mahal ke negara...biar di pakai untuk pembangunan ehehhe..maaf kepanjangan. -..

HIDUP FORM BIRU !

BUAT YANG BELUM TAHU, SEMOGA BERMANFAAT

Info for you guys!

Semoga bermanfaat.. .


Guys... Sekedar info nih. Kalau kena tilang, langsung minta aja Slip Biru. Polisi Lalulintas itu punya 2 slip. ; · Slip Merah dan Slip Biru.


· Kalau Slip Merah, berarti kita menyangkal kalau melanggar aturan dan mau membela diri secara hukum.

Kalau kita dapat Slip Merah, berarti kita akan disidang. Dan SIM kita harus kita ambil di pengadilan setempat.

Tapi ngerti sendiri kan prosesnya? Nguantri yg panjang bgt. Belom lagi calo2 yang bejibun.

·Tetapi kalau ;
· Slip Biru kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda... kita tinggal transfer dana ke nomer rekening tertentu (BNI kalo ga salah).

Abis gitu kita tinggal bawa bukti transfer untuk di tukar dengan SIM kita di kapolsek terdekat dimana kita ditilang.

Misalnya, kita ditilang di Perempatan Mampang-Kuningan, kita tinggal ambil SIM kita di Polsek Mampang. Dan denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya itu tidak melebihi Rp. 50.000,- dan dananya Resmi, masuk ke Kas Negara.

Jadi, kalau ada Polantas yang sampe minta undertable Rp. 75.000,- atau Rp. 100.000,-

Biasanya di Bunderan HI arah Imam Bonjol tuh, (sorry) but it's Bu**S**t


Masuk kantong sendiri.
Trust me guys, I've been doing this before.
Waktu kena tilang di Bundaran Kebayoran (Ratu Plaza). Saya memotong garis marka.
Karena dari arah senopati sebelumnya saya berfikir untuk ke arah Senayan, tetapi di tengah jalan saya berubah pikiran untuk lewat sudirman saja.
Dan saya memotong jalan. Saya berhenti di lampu merah arah sudirman.
Dan tiba-tiba Seorang polisi menghampiri dan mengetok kaca mobil. Dia tanya, apa saya tau kesalahan saya? Ya saya bilang nggak tau.

Trus dia bilang kalau saya memotong Garis Marga. Saya cuman bilang, masa sih pak? saya nggak liat. Maafin deh pak. Tapi dia ngotot meminta SIM saya.

Alhasil saya harus berhenti sejenak untuk bernegosiasi. Dia meminta Rp.70.000,-. Dengan alasan, kawasan itu adalah Kawasan Tertib Lalulintas.
"Nyetir sambil nelfon aja ditilang mbak!". Dia bilang gitu . Saya kembali ke mobil, dan berbicara sama teman saya yang kebetulan menemani perjalanan saya. Teman saya bilang, "Udah kasih aja Rp . 20.000 ,-

kalo ga mau loe minta Slip Biru aja". Dengan masih belum tau apa itu Slip Biru, saya kembali menghampiri pak polisi sambil membawa uang pecahan Rp.20.000,-. "Pak, saya cuman ada segini." Si polisi dengan arogannya berkata , "Yaahh.. segitu doang sih buat beli kacang juga kurang mbak".


Sambil tertawa melecehkan dengan teman2nya sesama `Polisi Penjaga`. "Ya udah deh pak, kalo gitu tilang aja. Tapi saya minta Slip yang warna Biru ya pak!".

Seketika saya melihat raut wajah ketiga polisi itu berubah.
Dan dengan nada pelan salah satu temannya itu membisikkan, tapi saya masih mendengar karna waktu itu saya berada di dalam pos.

"Ya udah, coba negoin lagi, kalo ga bisa ga papalah. Penglaris, Mangsa Pertama.

Hahahaha..." . Sambil terus mencoba ber-nego. Akhirnya saya yang menjadi pemenang dalam adu nego tersebut. Dan mereka menerima pecahan Rp.20.000,- yang saya tawarkan dan mengembalikan SIM saya.

Dalam perjalanan, teman saya baru menjelaskan apa itu Slip Biru.
so, kalo ditilang. Minta Slip Biru aja ya! Kita bisa membayangkan dong, bagaimana wajah sang polantas begitu kita bilang, "Saya tilang aja deh pak,

Saya mengaku salah telah menerobos lampu merah.Tolong Slip Biru yah!". Pasti yang ada dalam benak sang polisi "Yaahh... ngga jadi panen deh gue..."

Sep 20, 2007

Aku Sang Penyair


Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, aku diberi kesempatan mengabdikan sebagian sisa hidupku, menjadi seorang jurnalis.

Mengawali kisahku, terlahir dengan nama Edi Purwanto, 8 Agustus 1977, aku membuka mata di tengah keluarga kecil di pedesaan berjarak sekitar 3 km ke arah utara dari Kota Blitar. Tepatnya, di Desa Jiwut RT 01 RW 07, Kec. Nglegok, Kab. Blitar. Ibuku tempatku bersimpuh bernama Suciati, dan sang ayah yang setiap saat menjadi idolaku bernama Muharno.

Ayahku hanya penjual rumput kala aku masih berumur beberapa hari di dunia nan fana ini. Dengan penghasilan Rp1500 per hari kala itu, beliau yang hingga saat tulisan ini dibuat masih sehat, membesarkan Edi kecil. Menginjak usia 5 tahun, aku masuk sekolah dasar SDN Sentul V, Kota Blitar.

Di sekolah itu, aku dicap anak nakal. Terutama ketika duduk di kelas 1, aku sering menghadap ke belakang tanpa memperhatikan Bu Nasrikah, tetanggaku yang juga mengajar di sekolahku. Hingga saat ini, kenangan itu masih melekat. Alhamdulillah, dengan prestasi sedang-sedang saja, aku naik hingga kelas IV. Di kelas ini, perjalanan hidupku seperti terukir dan terpahat, seperti melampaui waktuku saat ini.

Di kelas aku sering berdiri di depan kelas karena sering membikin karangan di luar batas. Sangat panjang, ruwet, dan tulisannya jelek sekali. Tak heran Bu Mintarsih, guru bahasa Indonesia kala itu, sering menghukumku.

Ternyata Allah SWT, mempunyai garis takdir bagiku, mungkin karena hukuman guruku itu, aku diberi kesempatan menjadi seorang jurnalis pada usiaku ke-25. Setelah lulus SD aku masuk ke SMPN 6 Blitar.

Kondisi ekonomi keluarga ayahku mulai goyah. Pak Yusuf, kakak ayahku no 2 yang tinggal di Cikampek, sakit parah hingga harus dirawat di Blitar. Hampir setiap minggu, Pak Dheku itu harus dirawat di rumah sakit karena sakitnya.

Karena tak pernah punya uang saku, sejak kelas I aku berjualan stiker ke sekolah-sekolah pada pagi hari. Siang harinya, aku harus sekolah hingga sore. Yang tak pernah kulupakan, aku berjualan stiker hanya laku Rp50. Hatiku seperti teriris. Sejak itu, aku memahami sulitnya mengais rezeki. Hidup harus berjuang, dan diperjuangkan. Hari-hari aku jalani dengan ketabahan.

Terus terang hingga aku lulus SMP, aku merasa agak kurang dalam pelajaran Matematika. Padahal aku ingin sekali, bisa pelajaran itu. Keinginan itu menimbulkan niat masuk ke dalam STM. Sayangnya, aku tidak diterima di Jurusan Mesin STM Negeri Blitar. Aku banting stir ke sekolah swasta yakni di STM Islam Blitar.

Selama tiga tahun aku bergulat dengan ilmu teknik dan agama. Di sanalah aku mengerti, NU ataupun Muhammadiyah. Pernah sekali, aku mendebat guru agamaku soal kilafiah hingga 2 jam lebih. Semuanya kulakukan karena keingintahuanku saja.

Mulai saat itu, dua organisasi Islam tersebut, membawa warna bagi Edi remaja. Di lingkungan sekolah, aku selalu didoktrin paham-paham NU, sedangkan di lingkungan keluarga selalu Muhammadiyah. Pergulatan batin itu, membawaku aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII).
Tak hanya itu, pelampiasanku juga sampai ke organisasi lain. Ikut Pramuka, atau Tapak Suci, kujalani dengan riangnya masa remaja.

Alhamdulillah, aku lulus pada 1995. Dan Allah memberi kesempatan padaku, belajar di perguruan tinggi. Sejak kelas III STM, aku hanya ingin masuk ke Univ. Muhammadiyah Malang. Tidak yang lain, atau universitas negeri lain. Hidupku mulai ditempa di Fakultas Teknik Jurusan Mesin sejak 1995.

Dasar-dasar Teknik Mesin di STM, membantuku sedikit banyak beradaptasi dengan lingkungan kampus. Basic organisasiku mulai butuh penyaluran. Selain kuliah aku aktif di IMM, HMJ, Tapak Suci, KSR-PMI, dan aktif dalam pergerakan mahasiswa 1998.

Hingga saatnya aku menjadi saksi Tragedi Semanggi II. Kondisi ekonomi keluarga ayahku, mulai membaik seiring ayahku yang bekerja sebagai pedagang telur ke Jakarta. Allah berkehendak lain.

Ketika aku mengajukan skripsi, usaha ayahku bangkrut karena ditipu rekan bisnisnya di Jakarta. Itu terjadi pertengahan 1999. Akibatnya, kuliahku agak tersendat karena biaya yang seharusnya untuk menyelesaikan harus digunakan menutup hutang.

Hari Raya Tahun 2000, menjadi saksi perjuangan keluarga kami. Sehabis hari raya, sekitar pukul 03.00, ayah membangunkanku. Pada intinya, beliau sudah tidak kuat membiayaiku, dan memintaku pergi ke Malang.

”Bapak sudah tak kuat membiayaimu. Ini ada uang Rp50 ribu, beras 5 Kg, dan telur 5 kg, pergi sana. Bapak tak pernah mengharap kelulusanmu, lulus tahun 2010 pun gak papa,” kata ayahku, yang hingga saat ini masih kukenang.

Berbekal itu, dengan air mata yang terus menetes aku Salat Tahajud. Seusai Subuh kutunaikan, aku beranjak membawa tas dan pergi ke Malang.

Dengan memendam sejuta kegalauan, aku duduk di bangku nomor 2 kiri sebuah bus yang menuju kota keduaku yakni Malang. ”Aku harus bisa. Ini perjuanganku,” begitu kata hatiku. Sepanjang perjalanan, lamunan mencari kerja di mana selalu mengusik otakku. Tak terasa perjalanan sudah menghabiskan waktu 1,5 jam. ”Kacuk, kacuk, siapa yang turun,” kata kernet bus.
Bergegas, beras 5 kg, telur 5 kg, aku angkat. Di punggungku tercantol ransel kumuh yang suatu saat menemaniku ke Gunung Semeru. Perjalanan selanjutnya harus menggunakan angkota menuju ke Terminal Landungsari.

Dari terminal yang sampai saat ini menjadi kenanganku, aku berjalan kaki menuju ke kos yang berjarak sekitar 2 km. Aku langsung rebahkan badanku di kamarku yang berukuran 2 x 3 meter. Mataku nanar menatap langit-langit.

Tak terasa butiran air mata kembali mengalir. Dari kamar itu, aku jadi manusia yang menurutku sangat kontras. Di kampus aku adalah seorang ketua UKM Tapak Suci. Belum seabrek jabatan di UKM lain, entah jadi sekretaris di IMM, jadi bendahara, atau paling tren menjadi aktivis demo 1998. Dengan segala kekurangan dana, aku juga memegang dana organisasi.

Tetapi aku tak silau, aku harus berjuang sendiri meraih cita-citaku. Kebetulan pada saat itu, aku mengenal seorang gadis bernama Dwi Ardiyanti. Dia yang mendampingiku kala susah, dan kala senang. Tiga hari aku mencari kerja menggunakan ijazah STM, tak ada yang bersedia menerima keterampilanku mengelas atau membubut logam.

Hingga suatu ketika, aku bertemu dengan anak tetanggaku yang kini sudah almarhum. namanya Mbak Enni, usianya lebih tua beberapa tahun dibandingkan aku. ia bekerja sebagai penjaga toko. ”Mbak ada kerjaan buat aku nggak. Entah kuli atau apapun aku sanggup ngelekuin,” kataku pada suatu sore. Dia sempat meragukan kesungguhanku. Matanya berkedip, dan dahinya bekernyit. ”Masak sih. Kamu kan anak kuliahan masak harus kerja sebagai kuli,” jawabnya.

Aku hanya membutuhkan waktu 15 menit menceritakan semuanya. ”Yo wis, nanti coba aku tanya-tanya ke toko sebelahku. Tiga hari lagi nanti aku kabari,” katanya.

Hatiku bersemi wajahku riang, menanti kabar yang sebenarnya masih belum fix itu. Skripsiku belum kujamah sama sekali. Judul yang sudah kuajukan hanya kupandangi dengan tatapan kosong. Setiap malam, kerjaanku hanya membikin sebuah puisi.

Sebungkus rokok dan 1 bloknote menemani malam-malamku. Hingga sepertiga malam, kebiasaan sisi senimanku, berhenti. Air wudu menundukkanku untuk mencari ridanya di salat tahajud. Tepat seperti dijanjikan, Mbak Enni memberi kabar. ”Ada satu toko butuh kuli angkut. Bayarnya Rp150 ribu, dikasih uang transpor Rp1500 dan uang makan Rp1500. Mau tidak,” katanya enteng.

Tetapi bagiku, hal itu sungguh suatu anugerah yang patut disyukuri. tanpa berpikir panjang, daguku mengangguk pertanda setuju. Senyumku melebar seiring hatiku yang ceria. kabar itu segera kusampaikan ke Dwi. Dia kaget ketika, aku katakan bekerja sebagai kuli. Sebagai pacarku, dia sempat menolak karena gengsi.

Karena bujukanku dia akhirnya mau mengerti. Keesokan harinya aku dikenalkan dengan pemilik toko mracang di Pasar Batu. Wanita Cina itu kaget melihatku yang masih berperawakan mahasiswa bukan kuli. ”Di sini kerjanya berat, kamu mau ta,” katanya seperti melotot.

Hanya anggukanku yang menjadi isyarat. Besoknya resmi aku menjadi kuli di siang hari, dan kuliah pada malam harinya. Di toko itu, aku mengenal Sutadji, teman satu pekerjaan dan senasib. Bedanya dia bekerja sebagai kuli toko sejak kelas 6 SD, aku baru menjadi kuli sejak kuliah.

Aku Sang Penyair

Jul 21, 2007

Derita Sunarti, TKW asal Blitar


Baru Sebulan Di Hongkong, Pulang Lumpuh

Kisah pilu selalu mewarnai para pahlawan devisa di luar negeri. Sunarti,27, asal Desa Jiwut, Kec. Nglegok, Kab. Blitar, adalah satu dari sekian kisah pilu yang dialami tenaga kerja wanita. Baru sebulan bekerja di Hongkong, gadis manis ini pulang dengan tangan dan kaki yang sulit digerakkan.

Kepala Sunarti mendadak pusing ketika baru saja menyapu lantai di rumah Ho Mo Tae di Hongkong awal Nopember 2005, beberapa saat kemudian giliran matanya berkunang-kunang. Selebihnya semuanya hanya gelap, dan gelap. Dua minggu kemudian sejak 7 Desember 2005, seberkas cahaya mulai menyibak gelap yang selama ini dirasakan. ”Semuanya serba putih. Atap-atap kamar juga putih,” terang Sunarti ditemui Sindo di rumahnya, kemarin.
Saat itu, yang dia tahu kamar tersebut adalah sebuah rumah sakit di Hongkong. Dari catatan medisnya, ia dirawat di Hospital Authority Hongkong. Waktu berjalan sangat lambat kala itu. Nama maupun alamatnya pun, anak kedua dari empat putri Suwadi ini, tak mampu mengingat. ”Waktu itu saya seperti amnesia, tidak ingat apa-apa,” ujarnya.
Seperti orang asing, Sunarti mulai bertanya kepada suster yang merawatnya. Pertanyaan pertama kali yang diajukan adalah siapa namanya. ”Kata suster itu, saya bernama Sunarti dari Indonesia,” tuturnya.
Selain itu, dia juga diberitahu majikannya di Hongkong adalah Ho Mo Tae. Saat itu, hatinya tersentak. Cita-citanya ingin membahagiakan kedua orang tuanya dengan bekerja di luar negeri lenyap. Ia ingin bergerak tetapi tangan dan kakinya seperti tak mau beranjak. Hanya mata yang bisa berkedip, sedangkan bibirnya mulai bisa bergerak. ”Saya tanya susternya menggunakan bahasa mandarin, tetapi mereka bilang saya tidak sakit apa-apa,” katanya.
Belakangan diketahui, kalau di rumah sakit itu, ia sudah menginap selama 2 minggu. Padahal, menurut perasaan Sunarti, ia baru tertidur sehari. ”Sejak itupula, harapan yang dibangun sejak setahun lalu, musnah sudah,” katanya.
Sunarti dibesarkan keluarga Suwadi dengan tiga saudar kandungnya. Semuanya sudah menikah kecuali Sunarti. Dalam benak gadis berambut seleher itu, ia ingin membahagiakan kedua orang tuanya sebelum menikah. Suwadi, ayah kandungnya, yang bekerja sebagai buruh petani, mampu membiayainya hingga sekolah diploma 1. Sayang dengan ijazah itu, ia tak mampu meraih perkejaan sesuai dengan impiannya. Tak betah tinggal di Blitar dan mengangggur, ia bermaksud merantau ke Hongkong sebagai TKW (tenaga kerja wanita). Melalui PT Hikmah Surya Jaya, cita-cita Sunarti berangkat ke Hongkong tercapai pada Nopember 2005 silam. ”Ketika saya pingsan itu, saya baru bekerja sebulan,” katanya.
Dengan tubuh terbaring, ia meracau mengguman ayahnya Suwadi. ”Sok kaya masak aku diinapkan di rumah sakit mewah,” kata Sunarti menirukan cercaannya. Ternyata ia hanya mengigau karena stres berada di dalam ruangan hampir sebulan penuh. Beberapa kali darahnya diambil dokter. Bahkan, dia juga akan disuntik sungsum karena katanya terkena penyakit kanker otak. ”Mereka bilang kalau, tidak cepat ditolong saya bisa mati dalam setahun,” ungkap Sunarti menirukan perkataan para perawatnya.
Setelah sebulan penuh di dalam perawatan dr WM Lam, Sunarti akhirnya dipulangkan majikannya. Gaji selama satu bulan sudah diberikan. Sedangkan biaya rumah sakit ditanggung majikannya. ”Untungnya majikan saya baik, sehingga ketika pulang sudah dibelikan tiket kemudian diantar di bandara,” tutur Narti, panggilan akrabnya.
Di bandara, pramugari Indonesia sudah mengawal Narti. Di atas kursi roda, ia terduduk didorong menuju ke pesawat. ”Ya Allah saya tak bisa membahagiakan orang tua saya,” ungkap Narti dalam hati kala itu. Sampai di Bandara Juanda Kamis (19/1) tengah malam. Suasana duka pun menyelimuti kedatangan putri kedua Suwadi. Puluhan tetangga yang hadir tak kuasa menahan air mata. Perlahan butiran air mata mengalir di pipi ibu-ibu yang menyaksikan kurusnya tubuh Sunarti. Ia dibaringkan di kasur tipis di atas ranjang bambu. Matanya hingga saat ini masih kabur. Kaki dan tangannya tak bisa digerakkan. Ia ingin berobat tetapi tak kuat membayar pengganti obat. Vonis kanker otak yang sering diungkapkan perawat di Hongkong, tak dihiraukan Sunarti. ”Mau berobat bagaimana, saya tak punya uang. Ada uang Rp 1 juta dari PT Hikmah Surya Jaya, tetapi apa cukup. Yang penting saya bisa di rumah, sudah senang,” tuturnya.(edi purwanto)

Menunggu Pakem Jaranan Kediren

Putri Dyah Ayu Songgolangit Bisa Jadi Ciri Kediren

Menentukan pakem seni jaran Kediren tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi saat ini ada sedikitnya 50 perkumpulan seni jaranan di Kota Kediri, mempunyai gaya serta penampilan yang berbeda-beda dalam setiap aksinya di panggung.

Perpaduan suara gong, kenong, kendang, angklung serta terompet dan suling, menggelegar dalam setiap pagelaran seni jarananan. Tembang pambuka (pembuka Red) melengking sesuai bunyi terompet menggugah kaki untuk bergerak. Sesaat kemudian, penari pria mengenakan baju putih layaknya prajurit keraton meloncat ke tengah lapangan. Geraknya lincah dan sedikit seperti banci. Setelah penari itu, tiga penari lain muncul dengan seragam yang sama. Keempat orang itu berdiri sambil memegang jaran kepang berukuran kecil. Tangan kanan, memegang pecut sesekali melecutkan hingga berbunyi layaknya petasan. Setelah memamerkan tari olah keprajuritan, muncul singo barong menyalak menggeram dengan cara mengkatupkan mulutnya. ”Plakk, plakk” Suara dua kayu yang menimbulkan suara unik itu, mengiringi penampilan salah satu group kesenian jaranan Taruno Setyo Budoyo dari Bandar, Kota Kediri.
Sepintas prolog kesenian jaranan itu, tak menampilkan aliran Sentherewe, Pegon, ataupun Jawa. Dari semua ciri khas itu, dirangkum menjadi satu penampilan dalam peragaan itu. Para pinisepuh seni jaran kepang Kota Kediri banyak juga yang terperangah dengan penampilan itu. ”Ini alirannya mesti sentherewe, karena pakai kuda kecil, baju serta ciri khas gamelannya menggunakan terompet,” kata seorang pinisepuh sambil mengamati penampilan group itu.
Ternyata penilaiannya tak sepenuhnya benar. Di tengah-tengah aksinya, para penari juga menampilkan aliran lain, seperti pegon maupun jawa. Juga kemunculan Prabu Klono Suwandono, serta Patih Pujonggo Anom, hampir sama dengan tiga aliran seni jaranan yang saat ini berkembang. ”Ini hanya sebagai alternatif saja. Apakah semuanya dirangkum menjadi satu pakem kediren atau bukan, terserah pinisepuh. Karena sudah sepakat membentuk pakem Kediren, maka kita akan membentuk tim agar cepat terealisasi,” terang Guntur Tri Uncoro.
Masih banyak versi tentang pakem seni jaran kepang Kediren. Mulai ukel (gaya Red) menari, kemudian cara masuk ke dalam arena ataupun keluar, juga perlu dipakemkan. Setelah terbentuk pakem itu, akan disosialisasikan hingga pada akhirnya terkenal dengan Pakem Jaran Kediren. ”Setelah menjadi budaya nanti, jika orang melihat maka akan menilai; oo ini lho pakem jaran kediren,” ungkap Guntur.
Selain merangkum semua aliran menjadi satu, alternatif kedua bisa digunakan. Yakni memunculkan toho Dyah Ayu Songgolangit dalam setiap pentas kesenian jaranan. Alternatif ini mempunyai kelebihan belum pernah dicoba di perkumpulan seni jaran kepang. Tak ada yang memunculkan tokoh putri Kerajaan Kediri itu. ”Jika harus memunculkan tokoh Dyah Ayu Songgolangit, maka harus ditata kapan ia muncul, dan bagaimana dia bergerak seni tarinya,” kata seniman yang juga Staf Dinas Pariwisata Kota Kediri.
Untuk itu, kata Guntur, tim yang dibentuk terdiri dari koreografer serta pinisepuh mempunyai tempat yang penting dalam penataan gerak. Tim ini yang akan menentukan pakem setelah merekam beberapa pagelaran seni jaranan pakem Kediren.
Sementara itu, Sukisworo, Ketua Paguyuban Seni Jaran Kepang Kota Kediri, mengatakan, pembentukan pakem itu merupakan pendekatan strategis budaya lokal. Sehingga akhirnya, menjadi aset pembangunan budaya lokal yang berorientasi pada budaya nasional. ”Dengan membentuk pakem yang akan dikerjakan Tim dari Dewan Kesenian Kota Kediri maupun dengan pinisepuh seni jaran kepang, maka jaranan akan menjadi seni kebanggan Kota Kediri yang tetap eksis di era globalisasi ini,” terangnya.(edi purwanto)

Menunggu Pakem Jaranan Kediren

Muncul Tiga Aliran, Hingga Campursarian

Perkembangan seni jaran kepang sangat pesat seiring ciri khas kesenian rakyat yang berkembang dari mulut ke mulut. Bentuk dan ceritanya pun kadang, berubah seusai tuntutan zaman. Ada tiga aliran yang kini menjadi primadona, Sentherewe, Jawa, dan Pegon. Bahkan ada yang digabung dengan campursari yang kini sedang naik daun.

Bertahan di tengah derasnya gempuran kebudayaan global, membuat seniman jaranan di lembah Brantas harus berinovasi. Seniman jaran kepang Tulugagung, ternyata lebih dulu mengambil inisiatif. Gamelan jaran kepang yang khas hanya dilengkapi, suling, kendang kempul, angklung dan suling, kini semakin bervariasi. Seperti dinovasikan kelompok jaranan kepang Turanggo Savitri Putra yang mencampurnya dengan tembang-tembang lain. Akhirnya menjadi jaranan campursari. Seiring perkembangan waktu, bisa jadi apa yang dilakukan Turonggo Savitri Putra menjadi pakem jaranan. ”Langkah-langkah ini perlu itempuh untuk menciptakan kreasi jaran kepang kediren,” terang Bambang Tetuko, moderator seminar mencari identitas seni jaran kepang pakem kediren.
Sebenarnya, jauh sebelum Turonggo Savitri Putra berinovasi, sudah muncul aliran gerak dan musik seni jaran kepang di seting wilayah lembah brantas. Di Malang, Tulungagung, Kediri, dan Blitar, ada seni jaran kepang Sentherewe, Pegon, maupun Jawa. Tiga aliran ini muncul seiring dengan semakin berkembangnya seni jaranan dari mulut ke mulut. Dengan demikian, bisa dikatakan kemunculan seni jaranan anoname (tanpa pencetus), dan tak ada yang bisa mengklaim siapa penemu aliran-aliran itu. Menurut Guntur Tri Untoro, satu dari 3 pembicara, tiga aliran itu mempunyai perbedaan dan persamaan. Aliran Sentherewe selama ini dikenal dengan ciri, kudanya kecil, berbaju lengkap dengan udeng, dan celana kuda. Untuk tetabuhannya (musik), menggunakan ketuk kenong, kempul, gong, kendang, serta terompet. ”Terkadang dalam penampilannya bisa makan makanan yang gatal-gatal ataupun kaca. Ini penampilan khas aliran Sentherewe,” terang Guntur.
Aliran kedua adalah Jawa. Aliran ini ciri khasnya pada jaran kepang yang besar. Empat penarinya memakai celana kombor dan ueng bersenjatakan pecut. Mereka menari lemah gemulai diiringi ketuk 1, kempul 1, kendang, angklung, dan suling. Untuk aliran ketiga adalah pegon. Mulai jumlah penari, kemudian cara berpakaiannya hampir sama dengan aliran jawa. Yang membuat beda, di aliran ini, suling diganti menggunakan terompet. ”Suara terompet ini juga khas Kediri,” terang Guntur.
Kedatangan Islam pada beberapa abad silam, membawa dampak dalam kesenian jaranan. Seperti yang diungkapkan Hanif, pimpinan Perkumpulan Jaranan Turangga Sakti Kota Kediri. ”Jaranan itu, berasal dari kata belajaro sing temenan ( belajar yang sungguh-sungguh),” katanya. Ungkapan Hanif merupakan makna dari aliran Islam yang masuk ke dalam sendi-sendi seni jaranan. Toh tidak hanya Hanif, sekitar 40 undangan yang hadir di Dewan Kesenian Kota Kediri, dalam seminar mencari identitas (pakem Red) Jaranan Kediren, Rabu (18/1) malam, juga kebingungan ketika ditanya pakem Jaranan Kediren. Hanif berpendapat keras karena memang ada dasarnya. Selama ini, kesenian jaranan sering dianggap seni abangan. ”Jaranan bisa juga digunakan dakwah. Belajaro sing temenan itu, merupakan pesan-pesan dakwah yang hingga saat ini masih relevan,” jelasnya.
Tidak hanya agama yang menyeret masalah jaranan. Politik pada era 1960an, atau bahkan hingga sekarang, masih senang menyeretnya dalam wilayah praktis. Seperti diungkapkan, Suhadi Sudomo, seorang pinisepuh jaranan Kota Kediri. Pada masa 1960an, jaranan sering dijadikan alat politik mencari massa. Termasuk apa yang dilakukannya kala itu. ”Saya mendirikan jaranan memang dengan tujuan untuk politik yakni mencari massa,” katanya.
Bila demikian, ketika kegiatan politik sudah tidak ada, maka kesenian bisa mati dengan sendirinya. ”Ini yang saya tidak inginkan jika seni jaran kepang pakem kediren terbentuk,” ujarnya.(edi purwanto)

Menunggu Pakem Jaranan Kediren

Ngumpulno Balung Pisah Seniman Lembah Brantas

Menelusuri seni jaran kepang di wilayah Lembah Brantas mulai Malang, Blitar, Tulungagung, dan Kediri, ibarat belajar mendengar, meresapi, dan memaknai cerita legenda Dyah Ayu Songgolangit. Ada yang memaknainya dari segi kejawen, dan datangnya Islam ke tanah jawa berabad-abad silam juga memberi warna tersendiri.
-----------------
Berawal dari sebuah legenda turun temurun, alkisah pada zaman Kerajaan Kediri, lahirlah putri cantik nan rupawan. Ketika menginjak remaja, ia bernama Dyah Ayu Songgolangit. Tiada banding, kecantikannya tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Syahdan, raja-raja tetangga kerajaan Kediri banyak yang tertarik. Putri jelita ini, mempunyai seorang adik yang tak kalah terkenal, bernama Raden Tubagus Putut. Pada zamannya, menurut legenda, Raden Tubagus Putut pamit kepada ayahandanya untuk belajar dan menambah pengetahuan ketatanegaraan. Demi tujuan itu, pemuda gagah perkasa itu menyamar sebagai masyarakat biasa dengan nama Joko Lelono. Sampailah putra Kediri itu, di Kerajaan Bantarangin (saat ini Ponorogo) yang dipimpin Sang Prabu Klono Suwandono. Singkatnya, berkat kemampuan olah kanuragan, Joko Lelono diangkat menjadi patih kerajaan bergelar Patih Pujonggo Anom. Saat itu, Sang Prabu Klono Suwandono mendengar kecantikan Dyah Ayu Songgolangit, yang tak lain merupakan kakak kandung Joko Lelono. Ia kemudian meminta Joko, untuk meminang putri Kediri itu. Keberangkatannya ke Kediri, membuat Patih Pujonggo Anom memohon petunjuk kepada Sang Dewata. Sebab, ia tak ingin dirinya diketahui sang Ayahanda dan Kakanda tercinta. Dia lantas membuat dua topeng. Satu topeng dengan wajah jelek untuk dirinya, dan satunya berwajah satria yang tampan dikenakan Sang Prabu Klono Suwandono.
Di Kediri, para pelamar berdatangan termasuk Prabu Singo Barong dari Lodoyo, Kab Blitar. Mereka bersaing memperebutkan Dyah Ayu Songgolangit. Tetapi Dyah Ayu sangat mengenali adiknya kendati memakai topeng berwajah jelek. Ia lantas menyampaikan kepada Ayahandanya, kalau Patih Pujonggo Anom itu adalah putra kandungnya. Maka murkalah sang Raja Kediri kemudian mengutuk agar topeng berwajah jelek itu tidak bisa dilepas lagi. Menerima kutukan itu, Patih Pujonggo Anom menyampaikan kepada Dyah Ayu, kalau pinangan itu untuk Prabu Klono Suwandono. Mendengar itu, Dyah Ayu mengeluarkan Patemboyo (permintaan Red). Pertama, dia menginginkan sebuah titian yang tidak akan berpijak pada tanah. Kedua, barang siapa dapat membuat tontonan yang belum pernah ada dijagad (dunia Red), dan bilamana digelar dapat meramaikan jagad. Ketiga, mengarak (mengiring Red) manten menuju Kerajaan Kediri harus nglandak sahandape bantolo (lewat bawah tanah) dengan iring-iringan tetabuhan (bunyi-bunyian).
Karena permintaan itu sulit, Patih Pujonggo Anom dan Prabu Klono Suwandono bersemedi meminta petunjuk kepada Sang Dewata Agung. Setelah sekian waktu bersemedi, Sang Dewata Agung memberi wangsit berupa batang bambu, lempengan besi, dan Pusaka Pecut Samandiman.
Bambu dibuat menjadi kepang (jaran kepang Red) yang melambangkan sebuah titian tak berpijak pada tanah. Kemudian lempengan besi dijadikan tetabuhan yang enak didengar. Dalam waktu singkat Prabu Klono Suwandono bersama Patih Pujonggo Anom berhasil memenuhi permintaan Dyah Ayu. Akhirnya berangkatlah Kerajaan Bantarangin menuju ke Kediri. Di sana, iring-iringan itu menjadi tetabuhan yang bisa menjadi tontonan yang belum pernah dilihat masyarakat Kediri.
Prabu Singo Barong yang merasa kedahuluan, marah dan menyerang iring-iringan Prabu Klono Suwandono. Akhirnya terjadilah perang antara kedua raja yang bersaing meminang Dyah Ayu Songgolangit. Berkat kesaktian dan senjata Pecut Samandiman, akhirnya Prabu Singo Barong kalah. Ia akhirnya menurut sanggup menjadi pelengkap dalam pertunjukan jaranan yang digelar di Kerajaan Kediri.
Sang Dyah Ayu Songgolangit kelihatan gembira bercampur sedih nan pilu. Di saat inilah Sang Dyah Ayu Songgolangit menyampaikan kepada Prabu Klono Suwandono, sebenarnya mengidap penyakit Kedi. Ternyata, semua peristiwa tersebut dari ulah rekadaya atau siasat Dyah Ayu Songgolangit.
Begitu kiranya legenda hingga muncul kesenian jaran kepang di sekitar Lembah Brantas. Legenda yang hingga saat ini belum disepakati alurnya itu, disampaikan Guntur Tri Uncoro, pengamat kesenian jaranan Kota Kediri, pada seminar ”Mencari Identitas Kesenian Jaranan Pakem Kediren” di Dewan Kesenian Kota Kediri, Rabu (18/1) malam. ”Cerita ini ditulis dari pengamatan saya tentang kesenian jarananan di Kediri. Jadi ini bukan patokan, karena itu kedatangan 40 undangan para pinispeuh jaranan ini, untuk menyepakati pembentukan pakem jaranan Kediren,” terang pria yang juga bekerja sebagai staf di Dinas Pariwisata Kediri.
Menurutnya, belum ada satu alur cerita yang disepakati bersama pada legenda Dyah Ayu Songgolangit. Secara garis besar, cerita di atas sangat kental dan terasa dalam setiap lakon seni jaran kepang di Kediri, Blitar, Tulungagung, dan Ponorogo. ”Jika kita menemukan pakem seni jaran kepang Kediren yang khas, dan berbeda dengan Tulungagung atau Blitar, akan kita angkat ke dunia internasional sebagai aset wisata Kota Kediri,” terangnya.Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Kota Kediri, Nurhadi Sekti Mukti, mengatakan, jika para pinisepuh kesenian jaran kepang berhasil membentuk pakem, maka cita-cita mengangkat kesenian jaranan ke tingkat lebih tinggi bisa terlaksana. ”Dalam waktu dekat tim berisi budayawan, koreografer, serta beberapa pinisepuh akan dibentuk untuk membuat pakem kesenian jaranan Kediren,” terangnya. (edi purwanto)

Air Terjun Lahar Badak



· Asri Tapi Sulit Dijangkau

Air terjun hangat lahar badak yang terletak di sekitar kawah Gunung Kelud, ternyata hingga saat ini belum terjamah Dinas Informasi dan Pariwisata Kab. Kediri. Padahal, air terjun yang sebenarnya terbentuk karena pengendalian lahar Gunung Kelud itu, sangat asri, dan tentu saja airnya mengandung belerang.

”Kalau cuma panu, atau penyakit kulit lainnya, insyallah bisa sembuh jika mandi di sini,” terang Suwarno, pemandu Sindo, menuju ke air terjun hangat Lahar Badak, kemarin.
Sebagai nasehat, jika tak kuat fisik untuk saat ini perlu dipertimbangkan menuju ke air terjun Lahar Badak. Sebab, lokasinya harus menuruni bukit sampai 500 meter dari lokasi parkir di dekat terowongan Ganesha. Ketika mencoba ke sana, Sindo harus turun dari lokasi parkir hingga sungai kecil berair jernih. Menurut Suwarno, air jernih itu berasal dari mata air Gunung Sumbing. Gunung ini terletak dalam satu kawasan kawah Gunung Kelud sebelah selatan melingkar hingga ke timur kawah. Di sebelah utara kawah berbentuk kaldera, ada puncak Gunung Kelud dan puncak Gunung Belerang. Sementara di bagian barat kawah seluas 25 hektare itu, berdiri tegak Gunung Gadjah Mungkur yang dibawahnya ditembus terowongan Ganesha sebagai jalan menuju kawah. ”Kita harus menyusuri sungai kecil ini hingga berjarak sekitar 100 meter,” terang Suwarno memandu.
Perjalanan bersama Suwarno seperti masuk hutan belantara Gunung Kelud. Betapa tidak, kepala harus sering merunduk jika tidak ingin terkena kayu yang malang melintang sepanjang sungai kecil. Matapun harus waspada melihat jari kaki. Jika tidak, bisa dipastikan akan terpeleset bebatuan sepanjang sungai. Apalagi batu-batu tersebut ditumbuhi lumut yang sangat licin sehingga harus ekstra waspada. Menyusuri sungai itu, hanya membutuhkan waktu 30 menit. Tetapi, keringat terus berkucuran karena jalurnya terjal dan menguras tenaga. Kelelahan itu, seakan hilang ketika terdengar derasnya air jatuh. Buih-buih putih akibat air jatuh, membuat mata yang sebelumnya lelah menjadi menyala lagi. ”Ini air terjunnya mas, silakan mandi atau cuci muka sepuas-puasnya,” kata Suwarno sambil menceburkan kakinya ke dalam sungai.
Rasanya tawar tetapi hangat ketika disentuh, ketika dihirup baunya belerang. Air hangat Lahar Badak ini, kata Suwarno, berasal dari kawah Gunung Kelud yang terletak di sebelah utara Gunung Sumbing. Ketika ditelusuri, ternyata air tersebut berasal dari sebuah terowongan bersiameter sekitar 5 meter. ”Airnya berasal dari terowongan yang berfungsi sudetan dari kaawah Gunung Kelud menuju ke sebelah barat kemudian diteruskan menuju sungai lahar,” jelas bapak dua anak itu.
Untuk menuju ke ujung terowongan air terjun Lahar Badak, harus melalui bronjong kawat yang di dalamnya tertata rapi bongkahan batu. Harus melalui 3 tingkat untuk sampai ke ujung terowongan. Itupun harus berjuang menghindari ranting kayu berlumut yang tumbuh di sekeliling aliran air terjun seluas 5 meter itu. ”Sampai saat ini belum ada pengunjung yang datang ke sini, kecuali sampean mas,” kata Suwarno sambil menarik tangan Sindo.
Bau belerang bercampur air menyengat hidung ketika berdiri di atas ujung terowongan. Uap air akibat terjatuh pada batu padas semakin terasa seiring kabut mulai menyelimuti kawasan itu. ”Sebentar lagi kita harus pulang kalau tidak ingin terjebak di sini,” kata Suwarno khawatir.
Usai mengambil beberapa gambar, kaki harus berjalan lagi turun. Kali ini harus ekstra hati-hati karena licin. Setelah melalui tiga tingkat air terjun itu, Suwarno mengajak istirahat. Di sela menarik nafas panjang karena kelelahan, ia menuturkan ikhwal aire terjun itu. Pada 1990, ketika Gunung Kelud meletus, terowongan tempat air kawah dibuang itu tertutup pasir. Warga Sugihwaras, kebingungan mencari jejak terowongan air terjun lahar badak. Pinisepuh (tokoh adat) harus mencarinya dengan turun tebing selama 3 hari. Hari pertama gagal karena semuanya masih tertutup pasir. Beruntung dengan tongkat, pinisepuh itu berhasil mencari jejak jalan aspal yang berada di atas air terjun. Akhirnya pada hari ketiga, air terjun Lahar Badak yang selama ini mampu mengurangi debit kawah Gunung Kelud ditemukan. ”Sejak itu, tak ada orang yang kesini kecuali orang-orang proyek,” kata Suwarno.
Mereka, lanjutnya, mengerjakan saluran untuk air dari terowongan. Termasuk bronjong kawat berisi batu itu yang dibangun setahun sesudah letusan dahsyat yang pasirnya sampai di Australia. Untuk menuju ke sini, pimpinan proyek harus menyewa helikopter untuk mengangkat alat berat sampai ke air terjun Lahar Badak. ”Alat berat itu, dipreteli jadi tiga bagian agar bisa diangkat helikopter. Sesudah sampai di sini, dirakit kembali,” katanya.
Kedepannya, Suwarno bersama 10 orang yang mengurusi wisata Gunung Kelud, bertekad menjadikan air terjun Lahar Badak sebagai tempat wisata. Sayangnya, sampai saat ini belum ada bantuan dari Pemkab Kediri untuk menambah obyek wisata Gunung Kelud. Padahal lokasinya tak jauh dari kawah. Pun alamnya, masih asri karena jarang terjamah manusia. ”Ayo mas pulang, kabutnya sudah mulai turun,” ajak Suwarno meski jarum jam menunjuk pada angka 13.30.
Perjalanan naik ke atas ternyata tak seringan ketika turun. Jalan yang terjal dengan sudut nyaris 30 derajat menjadi tantangan tersendiri. Setelah terseok-seok dengan nafas tersengal, akhirnya perjalanan sampai di pos parkir kawasan Wisata Gunung Kelud. Sunawan, koordinator wisata Gunung Kelud, dihubungi terpisah, mengatakan, pihaknya akan membahas pengembangan air terjun Lahar Badak menjadi obyek wisata.”Tinggal membuka jalan ke arah air terjun. Misalnya dibuat tangga dan penunjuk arah. Selain itu, harus disurvey dulu apakah aman jika dikunjungi. Sebab, di sekitar Lahar Badak masih sering ditemui kijang, ular maupun binatang hutan lain,” jelasnya. (edi purwanto)

Pengidap HIV/AIDS Yang Menikah

Berbulan Madu Layaknya Pasangan Normal

Bayang-bayang virus mematikan, tak menghalangi sebuah kisah tentang cinta sejati. Seorang penderita HIV/AIDS di Kota Kediri menikah dengan wanita yang sudah diketahui negatif virus mematikan itu. Mereka pun juga berbulan madu layaknya pengantin normal.

HIV/AIDS bukan akhir segala-galanya. Virus mematikan itu, menjadi sebuah titik balik dalam kehidupan Tonny,30, bukan nama sebenarnya, asal Kota Kediri. Di saat masyarakat awam menghujat penderita HIV/AIDS, jebolan jurusan administrasi niaga di perguruan tinggi swasta di Jatim itu, justru menemukan jodoh. Bahkan wanita yang dipinangnya, merupakan wanita yang sehat dan negatif HIV/AIDS.
Proses panjang telah dilalui hingga Tonny akhirnya menikah dengan Jenny,29, teman satu SMAnya, pada September lalu. Ia bertemu Jenny saat berjalan-jalan di sebuah mall Kota Kediri, pertengahan 2005 lalu. ”Istri saya baik-baik saja. Tidak ada keluhan saat berhubungan intim, karena sama-sama tahu media penularan virus ini,” kata Tonny ditemui SINDO di kantornya siang kemarin.
Meski wanita itu janda beranak satu, tetapi bagi Tonny pernikahan merupakan momen yang memutarbalikkan kehidupannya. Melalui pernikahan itu, Tonny ingin bercerita kepada masyarakat kalau hidup berdampingan dengan HIV/AIDS tidak berbahaya. Sebagai contoh dirinya. Jenny tak pernah mempermasalahkan tubuhnya yang dihuni virus mematikan. Bahkan hubungan suami istri berjalan sangat normal dan terasa semakin indah.
Tonny tertular HIV/AIDS melalui media jarum suntik. Sejak kuliah kehidupan Tonny relatif amburadul. Putauw kemudian Sabu-Sabu sudah menemani kehidupan Tonny sejak masuk kuliah di Universitas Udayana Bali, pada 1995. Berawal dari jarum suntik bekas satu plastik, ia akhirnya tertular HIV/AIDS dan baru diketahui lima tahun kemudian. ”Saat masih kuliah saya memang ketagihan putauw. Ya mungkin karena jarum suntik satu plastik itu, akhirnya saya tertular,” katanya.
Dalam kondisi yang semakin melemah, Tonny beberapa kali harus menjalani opname. Apalagi selama menjalani perawatan, selang infus selalu tergantung pada lengan dan hidung. ”Ketika terkapar tak berdaya, muncul seorang pria berpakaian rapi dan ganteng. Dia bilang, HIV/AIDS bukan akhir segala-galanya,” tandasnya.
Sejak itu, semangat hidup Tonny mulai hidup. Ia mulai berinteraksi dengan ODHA yang lain. Perjalanannya kemudian hingga di Semarang. Di sana, berkumpul puluhan ODHA. ”Saya menjadi heran dan kemudian bersemangat kembali. Dari situlah saya kemudian tertarik menjadi pendamping sesama penderita,” katanya.
Kini aktivitas Tonny lebih dicurahkan pada pendampingan pecandu obat-obatan, dan penderita HIV/AIDS. Ia ditemani Yulianto, koordinator Kasih Plus Kediri, guna mendampingi ODHA agar berdaya. Yulianto sendiri juga ODHA. Ia merupakan sahabat Tonny ketika sama-sama terkapar di RSU dr Soetomo. ”Sebagai seorang sahabat, saya bangga sekaligus kehilangan,” katanya. Sebab, lanjut Yulianto, kini Tonny lebih banyak menghabiskan waktu bersama istri dibandingkan bersama teman-teman. ”Tetapi memang itu tujuan kami, agar ODHA berdaya dan tidak dikucilkan di masyarakat,” tandasnya. (edi purwanto)

May 20, 2007

May 2, 2007

The Next Generation

Apr 11, 2007

Nglencer ”Berjamaah” Lagi

PERSIKMANIA, kalianlah pendukung sejati kesebelasan Persik Kediri. Jangan iri, bila tidak bisa menyaksikan pertandingan Persik melawan Shanghai Shenhua, ataupun bertandang ke kandang Sidney FC. Cukup wakilkan pada 30 anggota DPRD Kota Kediri. Mereka akan menjadi mata dan telinga kalian.

Jangan bersedih di dalam kamar nan suntuk. Apalagi menangis sampai meraung-raung. Cukup tanyakan gegap gempitanya lapangan hijau kepada wakil rakyat kita. Mereka-anggota dewan terhormat adalah wakil rakyat dalam segala hal-termasuk dalam menonton pertandingan sepakbola-. Kalau kalian belum puas, titipkan handycam ataupun kamera digital kepada anggota dewan. Biar mereka melaporkan sekaligus menjadi reporter bagi kalian, 30 ribu anggota Persikmania.

Jangan pernah iri, benci, ataupun berburuk sangka. Anggota dewan kita, merupakan sekelompok pemegang kuasa. Ya, kuasa atas apapun sampai-sampai mereka seperti memiliki saham di Persik Kediri. Harap dijadikan maklum. Terkadang ”Tuhan” mereka, berbeda dengan Tuhan, yang setiap hari selalu kita ingat, kemudian larut dalam setiap aliran darah, dan denyut nadi kita.

Uang, telah dituhankan. Lembaran rupiah telah menguasai denyut nadi, kemudian memompa denyut jantung, untuk sekadar melampiaskan nafsu duniawi. Ratusan juta dana APBD tak menjadi soal untuk biaya nglencer. Lantas, apakah salah bila menjadi ”Supporter Eksekutif” Persik Kediri? Kemudian apa salah bila Persik bertanding ke China dan Australia?

Jangan pernah menarik garis lurus, untuk memisahkan kedua pertanyaan itu. Apalagi sekadar mencari benar dan salah, patut atau tidak patut. Semuanya kembali kepada ”Uang” yang telah menjadi sebuah tuhan, bagi mereka yang benar-benar tergantung dengan lembaran rupiah. Itu dengan catatan, kalau kita mengartikan Tuhan, merupakan dzat yang melingkupi, dan menaungi hidup kita. Arti praktisnya adalah, kita tidak bisa hidup tanpa dzat tersebut.

Dalam runutan perjalanan panjang negeri ini, DPRD merupakan sebuah lembaga yang mewakili rakyat untuk mengawasi kinerja eksekutif-dalam kasus ini adalah Pemkot Kediri-. Sebanyak 30 anggota dewan itu, merupakan bagian dari roda pemerintahan. Mereka pula, yang menentukan Persik tetap berdiri atau tidak.

Dapat subsidi dari APBD atau tidak. Posisi tawar menawar ini, yang dikemudian hari menimbulkan sebuah “kesepakatan” antara pemkot dan wakil rakyat. Persik Kediri tanpa kesulitan berhasil meloloskan dana Rp15 miliar untuk mengarungi Liga Djarum Indonesia, dan Liga Champions Asia.

Hingga akhirnya muncul ”Nglencer berjamaah” sambil nonton anak buah Iwan Budianto menari-nari di lapangan hijau.

Sungguh, hal itu merupakan kesepakatan yang indah dan manis, bagi sebuah kota kecil di lembah yang mempertemukan Gunung Wilis dan Gunung Kelud. Dikatakan indah karena sampai dinding pun enggan berbicara. Dan, dikatakan manis, karena sampai hanya ada seorang anggota dewan yang enggan berangkat ke negeri tirai bambu, maupun negeri kangguru.

Tapi apa hendak dikata. Palu sidang sudah terlanjur digedok. Silakan rakyat tersenyum kecut. Pada akhir April dan Mei mendatang, pejabat dan wakil rakyat Kota Kediri, akan bedol kota melihat keelokan sebuah kota bernama Shanghai dan Sidney. Total biaya perjalanan para duta menonton sepakbola itu, lebih dari setengah miliar.

Terlepas apakah biaya itu ditanggung sendiri-sendiri atau dana APBD yang disalurkan Persik Kediri, kenyataan itu, merupakan sebuah bentuk ketidakpekaan pejabat dan anggota dewan. Pahamkah atas kata yang disebut efisiensi. Atau, jangan-jangan mereka tidak paham apa yang disebut urgensi. Mereka sepertinya tak punya kepekaan akan apa yang tengah dihadapi rakyat sekarang.

Toh kalau sekadar menonton hasil pertandingan Persik, internet telah menyediakan segala-galanya. Apalagi hanya sekadar melihat hasil pertandingan, melihat Shanghai dan Sidney dari pojok warnet pun, sangat-sangat bisa. Jika tidak bisa mengakses internet, bukankah mereka bisa menyuruh stafnya untuk melihat. Setidaknya tidak harus mengeluarkan biaya Rp0.5 miliar untuk sekadar melihat hasil pertandingan Persik.

Berkunjung ke kota dari sebuah negara yang lebih maju, banyak petikan pelajaran yang diambil. Mulai tata ruang hingga pengaturan parkir yang lebih tertata, atau studi banding bagaimana memajukan sebuah tim sepakbola yang profesional. Sungguh sulit memahami logika berpikir anggota dewan dan pejabat Kota Kediri. Lantas, sesuadah pulang dari sana, kontribusi mereka pada rakyat apa?

Dalam banyak kasus studi banding, para anggota dewan kita banyak yang pulang dengan tangan hampa. Program hasil studi banding nonsense diterapkan di Kota Kediri. Apalagi membangun sepakbola profesional jangan berharap. Silakan saja menjadi suporter VVIP (Very Very important Person) Persik Kediri di China maupun Australia. Kalau tidak ingin, mengutip Gus Dur, disebut sebagai bagian dari sekolah yang bernama taman kanak-kanak. (edi purwanto)

Apr 9, 2007

Program Mi Murah; Setiap Bungkus Laba Rp200

BLITAR (SINDO) – Program pemasaran mi murah di Kabupaten Blitar ternyata sangat menguntungkan dari sisi laba. Program ”beli mi murah” untuk keluarga miskin (gakin) itu, diyakini akan menebalkan kantong oknum pemerintahan. Dari penelusuran di pasar tradisional, setiap bungkus mi yang diberi label mie sedap merakyat hanya dijual Rp500.

”Mie tersebut sebenarnya telah tersebar di pasar tradisional. Saya menjualnya Rp500, dengan harga jual seperti itu, setidaknya saya untung Rp100 per bungkusnya,” ungkap Sriatun, pedagang Pasar Pon Kota Blitar, kemarin.

Dengan asumsi seperti itu, maka penjual mi dalam program ”beli mi murah” akan mendapat keuntungan berlipat. Pasalnya, para keluarga miskin (gakin) yang selama ini jadi pangsa pasar, disuruh membeli per bungkusnya Rp600.

”Kalau dijual seharga itu bisa jadi keuntungannya Rp200. Apalagi kalau mengambil langsung dari pabrik, keuntungan bisa berlipat ganda. Apalagi mi tersebut dijual ke ratusan warga,” tukas wanita yang sudah 20 tahun berdagang sembako itu.

Sementara itu, pelaksanaan “beli mi murah” ternyata terjadi merata di seluruh Kabupaten Blitar. Pemilik program ini, sudah mengedarkan ribuan kupon yang dibagikan kepada Kepala Desa kemudian diteruskan kepada Kepala Dusun hingga Ketua RT.

Namun tidak semua Gakin takut protes atas program itu. Di Dusun Bendil, Desa Jiwut, Kec. Nglegok, sedikitnya 10 Gakin yang memiliki kupon menolak membeli mi tersebut. Menurut Sutrisno, Ketua RT setempat, ia menerima 10 kupon dikembalikan setelah dibagi pada para Gakin. ”Setelah itu, kami bagikan kembali pada yang mau beli,” ungkapnya.

Kasun Bendil, Suwito mengungkapkan, ia menerima sedikitnya satu bendel kupon pembelian mi murah. Semuanya sudah disebar kepada Gakin yang ada di Dusun Bendil. ”Saat membagikan, saya tidak menganjurkan kepada masyarakat untuk membeli. Yang saya katakan, beli atau tidak, tidak ada unsur paksaan,” ungkapnya.

Suwito melanjutkan, karena dibenak masyarakat sudah tertanam faham kalau menerima kupon berarti menerima bantuan, maka mereka berduyun-duyun membeli mi murah. Padahal, pihaknya sudah memberitahu, kalau tidak membeli juga tidak ada sangsi. ”Kami ini hanya ketiban sampur. Saya tidak mendapat keuntungan dari penjualan itu,” tandasnya.

Seperti diberitakan, ratusan Gakin warga Kabupaten Blitar “dipaksa” membeli mi murah dengan cara mengedarkan kupon ke kampung-kampung. Program yang belum diketahui program Pemkab atau bukan itu, mengegerkan warga. Pasalnya, sebagian besar warga merasa ditipu dengan pembelian mi murah tersebut. Ini disebabkan, mi tersebut lebih ringan dibandingkan mi lainnya. Sejauh ini sudah 4 kecamatan yang di beberapa desanya menjual mi instan dengan menggunakan kupon kepada gakin, yaitu Kecamatan Sanan Kulon, Udanawu, Nglegok dan Garum.


Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kabupaten Blitar, M Taufich, mengatakan, pihaknya meminta eksekutif segera mengusut siapa yang memelopori program “beli mi murah”. “Kami minta program tersebut dihentikan. Apalagi sebagian warga ada yang mengaku diancam tidak akan mendapatkan jatah beras miskin kalau tidak mau membeli mie instan tersebut,” ujar Taufich.

Taufich tidak menyoal adanya produsen tertentu yang menawarkan dan menjual produknya kepada masyarakat. Namun bila melibatkan perangkat desa dan menggunakan sarana pemerintah, berupa balai desa, serta tanpa ijin kepada Pemkab hal itu jelas melanggar aturan. ”Saya dengar harga mi tersebut justru lebih mahal dibandingan di pasaran, jelas hal itu merugikan warga,” tandasnya.

Bupati Blitar, H Herry Noregroho SE MH dikonfirmasi wartawan, mengaku tidak tahu persis siapa yang mempunyai program tersebut. Ia sudah memanggil beberapa camat yang diwilayahnya ada penjualan mi instan kepada gakin. “Saat kami tanyakan kepada beberapa camat, mereka mengaku tidak tahu program ini. Tetapi saya akan terus minta dicari siapa penggagas dan penanggungjawab program ini,” kata Herry. (edi purwanto)

Wali Kota Ralat Biaya Perjalanan

KEDIRI (SINDO) – Wali Kota Kediri HA Maschut menjilat lidahnya sendiri. Seusai acara Musyawarah Cabang DPC Partai Demokrat Kota Kediri sepekan lalu, Ia menegaskan biaya perjalanan 30 anggota dewan ke China dan Australia, ditanggung Persik Kediri melalui dana Rp15 miliar yang disahkan melalui APBD Kota Kediri 2007. Kemarin, dengan tegas pula, Ketua Umum Persik Kediri meralat pernyataannya sendiri. "Tolong diluruskan, soal itu (keberangkatan dewan ke luar negeri, red) mereka bayar sendiri-sendiri, bukan dana APBD atau Persik," ungkap Maschut ditemui wartawan di mess Persik seusai memberangkatkan punggawa Macan Putih ke Solo, kemarin.

Maschut menjelaskan, pada awalnya dewan memang meminta Persik untuk membiayai perjalanan itu. Namun karena keterbatasan dana yang dimiliki Persik, maka permintaan itu ditolak. "Dulu dewan memang meminta kami untuk membiayai perjalanan itu. Namun sudah saya garis kalau hal itu tidak bisa karena dana Persik sangat kecil," jelasnya.

Selama ini, para anggota dewan Kota Kediri merupakan supporter fanatik Persik Kediri. Untuk membuktikan kefanatikannya mereka menggunakan nama Persikmania Korwil DPRD Kota Kediri. Termasuk rencana nglencer ke Australia dan China, merupakan bentuk dukungan Korwil DPRD Kota Kediri dan Korwil Balai Kota (Pemkot).
Namun dengan pernyataan ini, jumlah Persikmania Korwil DPRD yang berangkat dipastikan menyusut.

Anggaran yang dimiliki Persik, saat ini hanya Rp15 Miliar dari APBD 2007. Dana tersebut sangat kecil untuk membiayai berbagai even pertandingan di dalam maupun di luar negeri. Apalagi Lotto, satu-satunya sponsorship yang bersedia yang bekerja sama dengan Persik hanya menyumbang kostum dan perlengkapan pemain seperti kaos dan sepatu ”Karena itu, kami tak bisa mendanai mereka ke China dan Australia,” tegas Wali Kota Maschut.

Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Persik, Bambang Sumaryono mengatakan,
berdasarkan data yang masuk ke panitia, sebagian besar anggota dewan mengaku kesulitan dalam pengurusan paspor. Sementara yang lainnya mengaku sibuk dengan aktivitas di Kediri yang berbenturan dengan jadwal keberangkatan.

"Sampai hari ini (kemarin Red), baru 5 anggota dewan memastikan ikut dan sudah
menyelesaikan persyaratan administrasi seperti paspor," ungkap pria yang juga menjabat Kepala Badan Pengawas Daerah Kota Kediri

Keenam anggota dewan itu,adalah Wakil Ketua DPRD Sujud Kendar (PKB), Gatot
Adi Prayogo (Golkar), H Muzer Zaidid (PKB), Kasmudji (PDIP), Muzaini Romli
(PKB), dan Sholahudin (PKB). Sedangkan dari kepala dinas diantarannya, Kepala Dinas Pendapatan Daerah, Adi Wiyono dan Sekretaris Dewan M Nur Ali. Sementara untuk Kepala Bappeko Bambang Basuki Hanugerah, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Widodo masih dalam proses. Mereka akan berangkat ke Australia dengan menggunakan jasa Biro perjalanan PACTO Travel, berkantor di Hotel Hyatt Surabaya, 25 April mendatang.

Sementara itu untuk Bambang Sumaryono sendiri, akan mengikuti rombongan Persik bertandang ke kandang Shanghai Shenhua FC China, 23 - 29 Mei mendatang. Bambang menegaskan, pengurusan administrasi untuk pergi ke China tanggal 10 Mei 2007. Selama rangkaian perjalanan itu, setiap peserta ditarik ongkos perjalanan sebesar Rp14.800.000
dibayarkan sebelum berangkat."Mereka bayar sendiri-sendiri, tidak ada bantuan dana dari Persik atau pemerintah," tegasnya saat ditemui wartawan.

Menanggapi keberangkatan anggota dewan itu, Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Kediri akan memeriksa anggota dewan yang nekat berangkat ke Australia dan China. Kendati keberangkatan mereka untuk mendukung Persik, bukan berarti BK tidak akan menindak anggota dewan tersebut. "Saya tidak tahu kalau keberangkatan mereka menggunakan dana APBD. Untuk itu, saya akan usut anggota dewan yang berani menggunakan dana itu," ujarnya Ketua Badan Kehormatan DPRD Kota Kediri, Tamam Mustofa.

Tamam menjelaskan, kepergian mereka bisa dianggap menyalahi aturan mengingat anggaran Persik berasal dari APBD Kota Kediri. Sejauh ini, dari edaran panitia pelaksana Persik, semua anggota dewan yang berangkat wajib menggunakan dana pribadi. Bahkan dalam edaran tersebut dituliskan jika seluruh anggota dewan wajib menyerahkan uang tersebut sebelum pemberangkatan."Kalau dengan dana pribadi, silakan, tapi jangan semuanya. Akan lebih baik jika ketua komisi saja yang berangkat, sedangkan lainnya tetap bekerja melayani rakyat," ujarnya. (edi purwanto)

Dua Nenek Diduga Dibakar



SINDO/Edi Purwanto
Jenazah Fatonah,80, dan Sri Banun,70, saat dibawa menuju ke RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar. Kedua nenek itu, diduga kuat merupakan korban perampokan. Mereka diduga dibakar pelaku untuk meninggalkan jejak. Ini diketahui dari perhiasan emas yang mereka kenakan hilang.

BLITAR (SINDO) – Peristiwa tragis menggemparkan warga Desa Dawuan, Kec. Kademangan, Kab. Blitar. Dua wanita tua yang tinggal di RT2 RW I Desa Dawuan, ditemukan tewas dalam kondisi hangus terbakar di atas pembaringan, kemarin sekitar pukul 07.00 WIB.

Tragisnya, perhiasan emas seberat 40 gram hilang seiring peristiwa mengenaskan itu. Atas indikasi itu, diduga kuat korban Fatonah,80, dan Sri Banun,70, merupakan korban perampokan. Dugaan ini dikuatkan dengan tidak terkuncinya pintu samping rumah berbentuk joglo.

Adalah Ny Surip,60, tetangga Mbah Fatonah, yang mengetahui pertama kali kejadian tragis di pagi hari itu. Menurut kesaksiannya, ia hendak berangkat ke pasar lewat depan rumah Mbah Fatonah. Saat melintas di halaman rumah yang berdekatan dengan Musala Miftachul Ulum, hidungnya seperti mencium bau barang terbakar seperti kain dan selimut.

”Semakin lama, bau tersebut semakin kuat. Apalagi di atas atap rumah joglo Mbah fatonah terdapat asap yang membumbung. Kontan saya memanggil Mbah Nah (sapaan akrab Fatonah),” tuturnya kepada SINDO saat ditemui di lokasi kejadian.

Saat itu, kata Ny Surip, ia berhasil masuk ke dalam rumah melalui pintu samping. Pintu tersebut tidak dikunci sehingga dengan mudah, ia masuk menuju ke ruang tengah. Di sana, pembaringan yang biasanya digunakan Mbah fatonah terbakar.

”Yang saya tahu hanya kasurnya yang terbakar. Saking gugupnya, saya kemudian berteriak meminta bantuan warga. Ternyata yang mendengar hanya Kuserin, tetangga rumah,” ungkapnya.

Menurut Kuserin, saat dia tiba, di pembaringan ada dua tubuh yang sudah hangus. Kedua tubuh yang dikenal merupakan perawakan Mbah Fatonah dan Mbah Sri Banun tengkurap dalam kondisi hangus. Sementara pada dipan tempat keduanya terbaring, sudah hampir 75 persen hangus terbakar. ”Saya tidak tahu apakah terbakar karena obat nyamuk bakar atau sebab lain,” ungkapnya.

Kabar duka itu menyeruak ke dalam setiap gendang telinga warga Desa Dawuan. Ratusan orang kemudian berkumpul di depan rumah untuk sekadar berbela sungkawa. Seorang warga lantas menghubungi Polsek Kademangan.

Petugas kepolisian tiba di lokasi kejadian sekitar pukul 08.30 WIB. Lima belas menit kemudian, unit identifikasi Polres Blitar tiba, dan langsung melakukan olah tempat kejadian perkara.

Beragam analisa penyebab ditemukan janda tua tewas terbakar mulai mengemuka. Ini diketahui setelah petugas kepolisian memastikan tidak ada perhiasan di lokasi kejadian.
Padahal, menurut Samsuri, ibu kandungnya Fatonah, selama ini mengenakan perhiasan emas berupa kalung, cincin, dan gelang. Berat perhiasan tersebut berkisar 40 gram.

Jadi sangat aneh bila di lokasi pembaringan terbakar tidak ditemukan perhiasan. ”Yang janggal lagi, meski selama ini ibunya sering bersama adiknya Sri Banun, keduanya tidak pernah tidur seranjang. Biasanya mereka tidur terpisah,” ungkapnya.

Samsuri enggan berandai-andai tentang penyebab kematian ibu kandungnya. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada petugas kepolisian. Yang jelas, ada kemungkinan ibu kandungnya dirampok terlebih dulu. Setelah itu dibakar untuk menghilangkan jejak pelakunya. ”Mudah-mudahan kasus ini terkuak. Hanya itu harapan kami,” katanya.

Kapan kedua janda terbakar juga masih menjadi tanda tanya. Tetapi menurut Imam Supandi, biasanya setiap salat subuh Mbah Fatonah dan Mbah Sri Banun selalu ikut berjamaah di musala Miftachul Ulum yang terletak persis di depan rumah mereka.

”Tetapi tadi pagi (kemarin Red) tidak. Keduanya tidak salat berjamaah. Selain itu, pada saat waktu Salat Subuh juga tidak ada tanda-tanda bau barang terbakar,” kata pria yang mendapat tugas menjadi imam salat berjamaah di Musala Miftachul Ulum itu.

Menurut Imam, bisa jadi peristiwa tersebut terjadi antara pukul 23.00 WIB hingga pukul 04.00 WIB. Tetapi pada rentang waktu itu, sangat tidak mungkin. Pasalnya, pada waktu Salat Subuh tidak tercium bau barang terbakar. ”Kemungkinan terjadi setelah kami selesai Salat Subuh,” tukasnya.

Di rumah tersebut memang hanya tinggal berdua. Anak cucu tidak ada lagi. Sementara putra Sri Banun, Mafluadi, berada di Kalimantan Barat. Sedangkan Samsuri, putra Fatonah, tinggal di luar kecamatan Kademangan. Praktis rumah kuno, berdinding kayu jati itu, menjadi saksi kematian tragis kedua nenek itu.

Warga terakhir melihat Mbah Fatonah saat salat Isya, sedangkan Sri Banun terakhir terlihat saat pengajian. Padahal rencananya, Sri Banun akan menunaikan ibadah haji tahun ini. Karena penyakit katarak, ia masuk daftar tunggu untuk pergi ke tanah suci.

Kerumunan masa di lereng gunung kidul itu, berangsur-angsur mulai mencair. Satu per satu warga meninggalkan lokasi kejadian. Seiring matahari condong ke barat, kedua jenazah dibawa ke RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar. Kedua tubuh tersebut akan diautopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya.

Setidaknya dengan penelitian itu, akan diketahui dua hal; apakah korban meninggal atau pingsan terlebih dulu sebelum akhirnya terbakar (dibakar). Atau keduanya, meninggal karena memang terbakar obat nyamuk bakar yang menyulut kasur tempat keduanya beristirahat.

Kapolres Blitar AKBP Ibnu Isticha, belum bisa berbicara panjang lebar terkait kejadian tersebut. Perwira yang baru seminggu menjabat tersebut, lebih mengedepankan hasil autopsi.”Memang ada indikasi perampokan. Tetapi semua, masih tergantung dari hasil autopsi dan penyelidikan yang dilakukan anggota. Mudah-mudahan kasus ini cepat terungkap,” ungkapnya saat berada di tempat kejadian. (edi purwanto).

Apr 4, 2007

KLB Oversdosis.Cermin Retaknya Generasi Penerus Bangsa

KEDIRI (SINDO) – Minuman keras dan narkoba menjadi momok bagi pengkaderan generasi muda bangsa Indonesia. Fenomena gunung es ini seakan menjadi cermin retaknya pengkaderan kaum muda di negeri yang dikenal gemah ripah loh jinawi ini. Sayupsayup suara lonceng kematian akibat overdosis mulai menggema di Kediri dan Tulungagung.

Coba simak data di Dinas Kesehatan Kota Kediri. Korban overdosis mencapai 34 orang, 11 diantaranya tewas selama Maret 2007 (selengkapnya lihat tabel). Tewasnya generasi muda masa depan negeri itu, diduga karena overdosis minuman keras dan narkoba. Hasil tes urine yang dilakukan petugas medis, sebagian urine diketahui mengandung benzodiazenipes. Zat beracun itu menyebabkan kerusakan otak.

Kalau kejadian luar biasa itu, belum cukup untuk menyentakkan hati dan pikiran kita. Mari kita lihat data di RSU dr Iskak Tulunggung. Dalam kurun waktu yang relatif bebarengan dengan di Kediri, delapan pemuda tewas sia-sia karena minuman keras dan psikotropika.

Mereka diantaranya, Mohammad Muchtar,19; Ahmad Rofiq, 18; Ibnu Nita Chandra, 18, (ketiganya warga Desa Bendiljatiwetan, Kecamatan Sumbergempol), Khoirul Muklis,22, warga Desa Jabalsari, Kecamatan Sumbergempol; Taufik Armiko,20, warga Desa Tapan, Kecamatan Kedungwaru; Fendik,21, warga Kelurahan Bago, Kecamatan Tulungagung; Dwi Prasetya,22, warga Desa Pacitan, Kecamatan Ngunut; dan Nanang, 20, warga Desa Pojok, Kecamatan Ngantru.

Sedemikian parahkah pemuda kita? Kebiasaan mengkonsumsi obat-obat psikotropika jenis lexotan, nampaknya memang menjadi gaya hidup bagi sebagian remaja Kediri, dan sekitarnya. Bahkan untuk menyandang gelar sebagai ketua geng, mereka mengadakan uji nyali dengan mengkonsumsi pil koplo.

Joni (nama samaran), 28, warga, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, menjelaskan, kebiasaan mengkonsumsi lexotan, ibaratnya sudah seperti memakan nasi bagi pemuda di kampungnya."Jika tidak ketemu lele (sebutan untuk obat double L), rasanya seperti belum makan nasi satu hari," ujarnya sambil cengar-cengir.

Bapak satu anak mantan ketua geng di kampungnya itu, mengungkapkan, tidak terlalu sulit mendapatkan pil koplo di wilayah eks Karesidenan Kediri. Cukup dengan berbekal rekomendasi sesama pengguna pil koplo, calon pemakai akan diperkenalkan kepada seorang pengedar yang selalu siap memenuhi berapapun obat yang dibutuhkan. ”Harganya murah, berkisar antara Rp2.500 - Rp5.000 per butir,” tukasnya.

Harga yang sangat murah itu, tidak terlalu berat bagi pemuda yang bekerja sebagai buruh serabutan dan pengamen jalanan. Apalagi peredaran pil koplo sudah dari kampung ke kampung. Sehingga, ibarat baru saja keluar rumah pil koplo sudah di depan mata. Dari penelusuran kasus per kasus, sebagian besar para korban tewas overdosis adalah pengamen dan buruh pada home industri yang tersebar di Kediri dan Tulungagung.

Penghasilan mereka berkisar Rp15.000 – Rp25.000 per hari. Maka harga pil yang berkisar Rp2.500-Rp5.000, merupakan harga yang sangat murah untuk sekadar menikmati fly. Terkadang, untuk menunjukkan eksistensinya, satu kelompok pemuda tak keberatan untuk patungan membeli pil haram tersebut."Kalau pil sudah terkumpul, kami pesta kecil-kecilan di rumah salah satu teman," jelas Joni, yang sudah 2 tahun tidak menikmati lexotan .

Pesta narkoba rata-rata digelar untuk memperkuat persahabatan antar anggota kelompok. Dalam pada itu, tercipta sikap keterbukaan antar sesama anggota geng. Ini yang kemudian mendorong pesta adu nyali.

Ritual adu nyali dilakukan untuk mencari siapa yang terkuat. Siapapun yang sanggup menelan puluhan butir lexotan, dia yang akan dinobatkan sebagai ketua geng atau minimal dianggap jagoan. "Siapa yang terakhir berdiri dan tidak kolaps, dia yang akan dinyatakan sebagai ketua geng. Ini sudah menyangkut harga diri bagi kami sebagai laki-laki," ujarnya berapi-api.

Ritual ”gila” itu belum cukup. Bahkan, para pemuda itu melakukan eksperimen dengan meracik pil koplo dengan minuman beralkohol. Parahnya lagi, untuk menimbulkan sensasi yang luar biasa, minuman keras dan pil lexotan dioplos dengan obat nyamuk merek autan dan baygon.

Tak tanggung-tanggung, ada yang dicampur dengan bahan bakar bensin dan spiritus.
"Hanya saja, kadar bahan bakar tidak perlu banyak sehingga tidak terlalu kolaps," kata Joni ringan. Joni mengaku, koma selama 1 bulan di rumah sakit setelah minum minuman oplosan itu. Saat ini Joni sudah menyatakan berhenti mengkonsumsi narkoba setelah menjalani masa penyembuhan selama dua tahun. ”Saya sudah tobat, dan tidak ingin mengulangi masa lalu lagi,” pungkasnya.

Bagaimana bila ditinjau dari segi ilmu kejiwaan, Psikiater RS Bhayangkara Kota Kediri, Kompol dr Ronny Soebagyo SpKJ, mengungkapkan, apa yang dilakukan para pemuda tersebut dipicu masalah kehidupan. Pada masa seumuran mereka, para pemuda memasuki tahap pencarian identitas. Para pemuda ingin menunjukkan eksistensi dengan cara hidup berkelompok. ”Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensinya adalah dengan menggelar pesta seperti itu,” ungkap perwira dengan dua melati di pundaknya itu.

Bagaimana dengan dampak minum lexotan, dr Ronny menjelaskan, secara fisik tidak terlalu kelihatan ketergantungan. Tetapi dari sisi psikologis akan mengalami ketergantungan dosis. Pengaruh G Metan dalam obat tersebut, membuat penggunanya semakin lama ketergantungan.

Kemudian menimbulkan rasa tidak puas setelah meminum dosis tertentu. Kondisi itu diperparah bila mereka berimprovisasi, yang disinergikan dengan alkohol. Kemudian terjadi intoxikasi lexotan dengan alkohol. ”Akibatnya bisa terjadi depresi hingga frekuensinya sampai tidak bisa bernafas,” ungkapnya.

Untuk ketergantungan fisik, menurut dr Ronny, bisa diobati dengan memberi bantuan nafas seperti pemberian oksigen. Ini dilakukan bila otak kekurangan oksigen maka bisa menimbulkan kerusakan. Sedangkan untuk ketergantungan psikologis, membutuhkan terapi sampai sethun lebih agar bisa meninggalkan kebiasaannya. ”Jadi, jangan pernah mencoba pil koplo. Bila sekali mencoba akan ketergantungan, dan sangat sulit untuk lepas,” katanya.

Tewasnya belasan pemuda di Kediri dan Tulungagung, akibat overdosis belum cukup menyentakkan hati pejabat di eks Karesidenan Kediri. Badan Narkoba Kota Kediri (BNK) menilai pihak kepolisian belum represif dalam menindak pengedar narkoba. Sedangkan Polwil Kediri, menilai apa yang dilakukan sudah maksimal dalam memberantas jaringan narkoba.

”Kalau dibilang kurang represif, sejak lama kita berusaha memotong mata rantai peredaran narkoba. Bahkan sudah banyak barang bukti yang berhasil kita ungkap,” ungkap Kapolwil Kediri, Kombes Pol Tjuk Basuki. Ia menegaskan, semua pihak boleh menilai kerja polisi kurang represif. Tetapi kenyataan di lapangan, polisi tetap bekerja keras dalam memberantas narkoba.

Contoh terakhir adalah apa yang dilakukan Polresta Kediri dan Polsekta Kediri. Mereka berhasil meringkus 2 orang bandar, serta 4 orang pengecer sekaligus pemakai narkoba jenis pil koplo double l dan leksotan. ”Tanpa diminta represif kami tetap akan bertindak tegas,” ungkapnya.

Wajar bila Kapolwil Kediri Kombes Pol Tjuk Basuki berkomentar seperti itu. Sebab, Ketua BNK (Badan Narkoba Kota) Kota Kediri, M Zaini menuding, pihak kepolisian kurang represif dalam menangani masalah ini. Pihaknya belum mengambil langkah untuk mencegah kematian akibat overdosis meluas. ”Kita sudah bekerja maksimal dengan cara sosialisasi gerakan anti narkoba,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Kota Kediri itu.

Soal pendanaan, BNK Kota Kediri mendapatkan alokasi dana 2006 Rp150 juta dan 2007 ini Rp150 juta. Dana tersebut digunakan memenuhi biaya kegiatan dan operasional BNK. Pernyataan sedikit berbeda disampaikan Ketua BNK Kabupaten Kediri, Sulaiman Lubis. Ia mengakui, ada peningkatan jumlah pemakai narkoba jenis lexotan setiap tahunnya.

Maraknya peredaran narkoba di kalangan remaja Kabupaten Kediri membuat jumlah pengguna narkotika terus meningkat. Ironisnya, fenomena ini justru terjadi di kalangan pemuda yang didominasi para pelajar. "Setiap tahun jumlah pemakai narkoba khususnya jenis lexotan di Kabupaten Kediri terus meningkat. Ironisnya ini justru melanda pemuda dan pelajar," ungkap pria yang juga menjabat Wakil Bupati Kediri itu.

Ia menjelaskan, minimnya dana yang dimiliki BNK Kediri ini menjadi salah satu faktor sulitnya penanganan narkoba. Tahun 2007 ini, pihaknya hanya mendapat anggaran sebesar Rp125 juta, dari Rp250 juta usulan yang diminta kepada APBD Kabupaten Kediri.

Nilai tersebut menurut Sulaiman masih jauh dari memadai, mengingat pada tahun sebelumnya BNK Kediri mendapat kucuran sebesar Rp250 juta. Karena itu, ia berusaha menggalang dana dari LSM di dalam maupun luar negeri untuk membiayai penanggulangan narkoba di Kabupaten Kediri."Nilai ini sangat kecil dari yang dibutuhkan. Idealnya, BNK memiliki anggaran sebesar Rp350 juta per tahun," jelasnya.

Menanggapi tingginya jumlah korban meninggal akibat overdosis, Sulaiman mengatakan, sudah berkoordinasi dengan seluruh rumah sakit yang merawat untuk memperoleh informasi penyebab keracunan tersebut. Berdasarkan informasi sementara, mereka meninggal akibat mengkonsumsi psikotropika jenis double L.”BNK Kediri sendiri sudah melaporkan fenomena ini ke BNK pusat untuk ditindaklanjuti. Sebab tidak menutup kemungkinan kasus serupa akan terjadi di daerah lain di Indonesia,” tandasnya.

Fakta matinya belasan pemuda, membuat sejumlah anggota dewan angkat bicara. Anggota Komisi C DPRD Kota Kediri, Achmad Salis, mengungkapkan, kinerja Badan Narkotika Kota (BNK) Kediri harus dipertanyakan. Sebab, BNK pada APBD 2006 mendapat gelontoran dana APBD puluhan juta, tetapi hingga saat ini belum nampak hasil kerja BNK. ”Kalau sudah seperti ini, pemberantasan narkoba merupakan masalah bersama. Yang penting harus sinergi tidak berjalan sendiri-sendiri,” kata anggota dewan dari PKS itu.

Ketua DPRD Kota Kediri, Bambang Hariyanto mengungkapkan, sebenarnya semuanya pasti ada solusi. Bukan saatnya saling menyalahkan dalam menangani fenomena matinya belasan pemuda itu. Persoalannya, untuk menanggulangi kejadian luar biasa itu, harus memerlukan dana yang lumayan besar.

Dan itu bisa ditalangi melalui tunjangan fungsional. Sayangnya dalam konsultasi terakhir dengan BPK, pencairan dana fungsional oleh kepala daerah bisa dianggap korupsi. ”Tetapi bila dalam kondisi darurat seperti KLB overdosis, Pemkot Kediri harus mendapat pengecualian bila tidak ingin banyak pemudanya mati overdosis,” ungkapnya.

Itu masih permasalahan bagaimana menanggulangi ovedosis. Solusi lebih teknis datang dari Ketua Ikatan Dokter Indonesia Cabang Kediri, dr Samsul Ashar SpPd. Ia menjelaskan, polisi jangan dijadikan kambing hitam. Kendati bagaimanapun juga, polisi merupakan lembaga penegak hukum yang sangat berkompeten dalam memutus mata rantai peredaran narkoba. Tetapi bila tidak didukung semua pihak hasilnya seperti ini. Kalau masalahnya pada pendanaan, mengapa kita tidak duduk bersama, dan membicarakan masalah ini secara konkret.

”Kalau masalah kurang dana untuk menggelar razia, kenapa kita tidak support dari APBD. BNK mempunyai dana yang bisa digunakan untuk membantu polisi. Kemudian kalau kekurangan dana untuk membeli tester psikotropika, kenapa tidak membicarakan dengan kami. Insyaallah, dengan adanya pembicaraan ini, kita siap membantu. Paling tidak, kita bisa mengupayakan tester narkoba yang murah harganya,” tukasnya panjang lebar.

Wali Kota Kediri H A Maschut mengakui, keteledoran ada pada pihaknya. BNK sebagai lembaga yang menangani pemberantasan narkoba, dinilai terlambat menetapkan kejadian luar biasa.”Seharusnya sudah sejak awal kasus ini ditetapkan sebagai kejadian luar biasa. Saya sudah memerintahkan tim dari BNK untuk terjun mewawancarai satu per satu para korban,” ungkapnya.

Setelah investigasi diketahui hasilnya, kata Maschut, pihaknya akan meminta semua pihak terkait untuk duduk bersama membahas masalah ini. Diharapkan muncul solusi cerdas jangka pendek maupun jangka panjang dalam menangani masalah narkoba. ”Kita akan berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan masalah ini,” tukas pria yang juga menjabat Ketua Umum Persik Kediri itu.(edi purwanto, edp_snkota@yahoo.com)


Data Pasien Over Dosis Kota Kediri
RS Yang Merawat Pasien OD Jumlah Pasien Korban Tewas
RSU Gambiran 20 Orang 5 tewas
RS Bhayangkara 4 Orang 1 tewas
RS Baptis 6 Orang 3 tewas
RS Muhammadiyah 2 Orang 1 tewas
RSI Al Arafah 2 Orang 1 tewas
* Sumber Dinkes Kota Kediri


Data Korban Overdosis RSU Gambiran Kota Kediri 2007 Kota Kediri
No Nama Umur Alamat MRS KRS Penyebab Ket
1 Agung Hartanto 30 th Kel. Burengan, Kec. Pesantren 1 Maret 6 Maret Double L MD
2 Agus Triono 21 th Ke. Dermo, Kec. Mojoroto 7 Maret 8 Maret Mabuk, Miras, Topi Miring dicampur Kratingdaeng
3 Agus Trianto 32 th Kel. Jetis, Kec. Ngronggo 6 Maret 12 Maret Nafza/Miras
4 Yudi 29 th Kel. Lirboyo, Kec. Mojoroto 11 Maret -
5 Roni 22 th Kel. Dermo, Kec. Mojoroto 7 Maret - Hipoglikemia
6 Tri Wahono 22 th Kel. Ngampel, Kec. Mojoroto 18 Maret 20 Maret Intoxikasi nafza

Data Korban Overdosis RSU Gambiran Kota Kediri 2007 Wilayah Kabupaten Kediri
No Nama Umur Alamat MRS KRS Penyebab Ket
1 Ribut 31 th Desa Bobang, Kec. Semen 8 Maret 13 Maret Minum pil
2 Faudin 28 th Desa Jatirejo, Kec. Banyakan 7 Maret 15 Maret Minum Pil dan pesta Miras
3 Hari Bangun 20 th Desa Datengan, Kec. Grogol 3 Maret 5 Maret Pil Koplo MD
4 Bayu Aji Samudra 19 th Desa Ngablak, Kec. Banyakan 13 Maret 17 Maret Psikotropika
5 Dewantoro 17 th Desa. Kenton, Kec.Plosoklaten 12 Maret 13 Maret Psikotropika MD
6 Wawan Hidayat 25 th Desa Semen, Kec. Semen 4 Maret 5 Maret Psikotropika MD
7 Zaenal Arifin 22 th Desa Grogol, Kec. Grogol 7 Maret 7 Maret Miras
8 Mashuda 28 th Desa Semen, Kec. Semen 2 Maret 3 Maret Miras MD
9 M Hadi 20 th DesaMangungrejo, Kec.Ngadiluwih 25 Maret -
10 Suryanto 23 th Desa Mangunrejo, Kec.Ngadiluwih 26 Maret - Suspek OD
11 Suji 26 th Desa Pule, Kec. Kandat 26 Maret - Suspek OD
12 Sumarno 27 th Desa Kauman, Kec. Wates 26 Maret - Suspek OD
13 Eko 21 th Desa Pule, Kec. Kandat 26 Maret - Suspek OD dan cidera otak berat
14 Muryani 27 th Kel. Tinalan, Kec. Pesantren 26 Maret - Suspek OD dan cidera otak ringan
15 Sutaji 23 th Desa Jagul. Kec. Ngancar 26 Maret - Suspek OD
16 Suharno 24 th Desa Mangunrejo. Kec. Ngadiluwih 26 Maret -
17 Bambang S 29 Belum diketahui 25 Maret - Suspek OD
18 Sunarto 27 Desa Tawangsari, Kec. Wates, Kediri Minggu (25/3) Selasa (27/3) Suspek OD MD
19 Pujianto 23 Desa Dadapan, Kec. Wates Jumat (23/3) Minggu (25/3) Suspek OD MD


Data Korban Overdosis RSU Gambiran Kota Kediri 2007 Wilayah Kabupaten Nganjuk
No Nama Umur Alamat MRS KRS Penyebab Ket
1 Darno 30 th Desa Sugihwaras, Kec. Prambon 8 Maret 9 Maret Pil dan minuman keras MD
2 Purwanto 20 th Desa Gondanglegi, Kec. Prambon 11 Maret 13 Maret Suspek intixikasi nafza
3 Irwanto 23 th Desa Kampungbaru, Kec.Tanjunganom 7 Maret 9 Maret Double L
4 Miftakhul Fauzi 23 th Desa Tanjungkalang, Kec. Ngronggot 15 Maret Hipoglikemia (kekurangan gula darah)
5 Saifudin 21 th Desa Tanjungkalang, Kec. Ngronggot 14 Maret - Hipoglikemia

Daftar Korban Tewas RSU dr Iskak Tulungagung
No Nama Korban Umur Masuk Rumah Sakit Alamat
1 Taufik Armico 21 Masuk 3 Maret, tewas 5 Maret Desa Tapan, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung
2 Fendik 21 Masuk 5 Maret, tewas 9 Maret. Desa Bago, Kecamatan Kota, Tulungagung
3 Dwi Prasetyo 22 Masuk 12 Maret, tewas 13 Maret Desa Pacitan. Kecamatan Ngunut, Tulungagung
4 Nanang 20 Masuk 14 Maret, tewas 15 Maret Desa Pojok, Kecamatan Ngantru, Tulungagung
5 Ahmad Rofiq 18 Masuk 15 Maret, tewas 17 Maret Desa Bendiljatiwetan, Kecamatan Sumbergempol, Tulunagung
6 Khoirul Muhklis 22 Masuk 15 Maret, tewas 18 Maret Desa Jabalsari, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung
7 Ibnu Nita Chandra 20 Masuk 16 Maret, tewas 17 Maret Desa Bendiljatiwetan, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung
8 M Muhtar 23 Masuk 16 Maret, tewas 21 Maret Desa Bendiljatiwetan, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung
9 Yoga Nugroho 24 Masuk Minggu (25/3), tewas Selasa (27/3) Jalan WR. Supratman RT/RW 01 Kel Kampungdalem, Kec Kota
10 Tirto Eko Buwono 26 Masuk Sabtu (31/3), masih menjalani perawatan Warga Desa Kras, Kec. Kras, Kab. Kediri


Nama Korban tewas Overdosis di RSUD Pelem, Pare, Kediri
No Nama Pasien Umur (tahun) Tempat Tinggal Dirawat Meninggal Dunia
1 Ahmad Yusuf 19 Desa Langenharjo, Kec. Plemahan. RSUD Pare -
2 Amien Hermanto 29 Desa Pranggang, Kec. Plosoklaten. -Tewas (27/3)
3 Anwar 20 Desa Gedang Sewu, Kec. Pare - Tewas (26/3)
4 Udin 20 Desa Plemahan, Kec. Plemahan RSUD Pare -
5 Pujianto 31 Desa Sepawon, Kec. Ngancar - Tewas (26/3)
6 Harsudin 26 Desa Pranggang, Kec. Plosoklaten RSUD Pare
7 Sumadi 25 Desa Kedungsari, Kec. Plemahan RSUD Pare
8 Andre 27 Desa Plosoklaten, Kec. Plosoklaten RSUD Pare
9 Gunawan 28 Desa Papar, Kec. Papar RSUD Pare
10 Agus W 27 Desa Pranggang, Kec. Plosoklaten RSUD Pare
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog