Widgetized Footer

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sep 16, 2010

Ketika Petruk Kembali Fitri

Dua puluh tahun yang silam, sebagai bagian anak-anak yang tumbuh dan besar di Pulau Jawa, pengaruh tokoh yang satu ini memang luar biasa. Kehadirannya bersama para punakawan selalu membuat mata kami terbelalak di tengah kantuk yang semakin mendera.
Kadang mulut kami tertawa terbahak-bahak di tengah malam. Bahkan perut dibuat sakit ulah kocak sang dalang. Petruk dan saudara-saudaranya, Gareng, Bagong, selalu hadir dalam panggung keber wayang kulit.

Suara Semar Bodronoyo yang khas kawula alit dalam adegan goro-goro, selalu menarik untuk disimak, dimengerti dan dipraktikkan dalam lingkungan dolanan. Seperti goyangannya Petruk dengan tangan diangkat lantas menuding ke bawah. Kami artikan itu sebagai sosok perlambang rendah hati.

Atau goyangnya Bagong dengan tubuhnya yang cebol dengan tangan megal-megol. Sering kami menirunya dengan gerakan kocak sekadar bergurau antarteman. Kisah Petruk Dadi Ratu memang tak mendayu-dayu seperti cerita sinetron Ketika Cinta Bertasbih atau Cinta Fitri yang terus bersambung itu.Namun kisah Petruk seperti terekam antara sadar dan tidak. Dia bertutur tentang kehidupan dari kawula alit lantas jadi ratu gila kekuasaan dan kembali lagi jadi wong cilik.

Alkisah Dawala alias Kantong Bolong atau Dublajaya, mendadak tenar dalam kisah Ambangan Candi Spataharga/Saptaraga. Pentungpinanggul atau yang akrab disapa Petruk itu berhasil memegang pusaka nomor wahid, serat Jamus Kalimasada.

Dalam berbagai kitab di dunia maya alias internet, Dewi Mustakaweni, putri dari negara Imantaka, berhasil mencuri pusaka Jamus Kalimasada. Dia menyelinap dengan menyamar sebagai kerabat Pandawa, Gatot Kaca. Negeri para dewa pun geger mirip lakon Goro-goro. Para pemimpin dunia fana kelimpungan mencari kitab yang disebut-sebut sebagai Kalimat Syahadat dalam versi dakwah Sunan Kalijaga. Dan Petruk pun memberontak tatanan sebagai abdi dalem.

Sebagai anggota punakawan yang artinya teman yang paham majikannya, Petruk seperti ”memberontak” majikan. Apa niat Petruk jadi ratu pun tak banyak yang tahu -barangkali yang tahu hanya Allah SWT. Gelarnya juga sedikit aneh bin nyeleneh, yakni Prabu Welgeduwelbeh. Dalam versi lain, gelar Petruk adalah Prabu Kantong Bolong yang bertahta di kerajaan Lojitengara.

Bak peribahasa kere munggah bale, Petruk yang sudah berubah wujud gagah dan tampan susah mengendalikan jalannya roda pemerintahan. Namun berkat kesaktian dan kesufiannya, nama besar Petruk menggegerkan langit ketujuh alias kahyangan Junggring Saloka. Para dewa yang bertahta seolah tak terima melihat tindak tanduk anak asuh Semar Bodronoyo ini.

Keberadaan Petruk dinilai sebuah ”suara sumbang” yang harus dieliminir. Kalau dibiarkan terus, bisa-bisa paham kerajaan akan berubah menjadi paham demokrasi. Namun sayang perkiraan para dewa ini mbeleset. Semua yang ada di dekat Petruk dihajar habis-habisan.

Tidak peduli Kresna atau Baladewa, semua dibuat kelabakan. Bahkan konon Batara Guru sang penguasa kahyangan juga lari terbirit-birit. Sebentar kemudian, Petruk menyatu dengan para dewa. Dia menjadi penguasa di negeri para dewa, Junggring Saloka. Setelah para dewa angkat tangan dan kaki, ”pemberontakan” kawula alit terhadap tatanan mapan ini akhirnya badar.

Semar Bodronoyo yang turun tangan berhasil menyadarkan Petruk. Semar mengingatkan Petruk bahwa mengabdi kepada bangsa dan negara tidak selalu harus jadi ratu. ”Le thole, apakah kamu terhina jadi kawula alit. Apakah kamu merasa lebih mulia jadi raja?” begitu kata Kiai Semar. Prabu Kantong Bolong yang terkejut bukan main lantas menciut. Tubuhnya berubah wujud dari yang gagah dan tampan kembali seperti semula.

Petruk akhirnya mudik jadi wong cilik. Meski tak merayakan Lebaran, hatinya yang penuh angkara murka kembali Fitri atau suci. Petruk menjadi karakter pilih tanding dan tahan banting. Karakternya sebagai kawula alit seolah lahir kembali setelah jadi ratu meski sebentar.

Tindak-tanduknya kini mirip orang-orang yang merayakan Idul Fitri. Orang-orang yang mendapat karunia setelah digodok selama 30 hari puasa Ramadan, zikir, baca Alquran hingga salat malam. Dia memahkotai akhlaknya yang mulia sebagai wong cilik dengan saling meminta dan memberi maaf.
Ketika Petruk kembali Fitri, negeri para dewa Junggring Saloka jadi adem ayem. Darah Petruk yang dulunya bergelora bak gelombang tsunami menerpa Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), kini seperti pantai dengan angin yang semilir. Panas hati itu teredam usai Idul Fitri.

Hati Petruk kini sudah di perantauan. Bedanya, Petruk tidak lagi tergoda rumah mewah seharga Rp2 miliar, cinta mobil sport ala Ferari, tanah seluas lapangan bola, maupun kekuasaan ala Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Lakunya mirip sufi agung di tengah hiruk-pikuk dunia yang penuh sekitar pamer pahala dan aurat. Meski demikian, Petruk tak ingin menyepi ke gunung atau ke pantai. Dia adalah ksatria yang biasa menghadapi godaan wanita secantik Luna Maya maupun tubuh seseksi Cut Tari.

Baginya, hari ini adalah hari beramal bukan hari tanggung jawab. Sedangkan besok hari adalah hari tanggung jawab bukan hari untuk amal. ”Jadilah wartawan yang sufi, jadilah dalang yang sufi, jadilah Petruk yang sufi atau jadilah ratu/Presiden yang sufi.” Begitu pesan Kiai Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) kepada Petruk yang kini tampil dalam lakon Petruk Dadi Presiden.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog