Widgetized Footer

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sep 10, 2008

‘Malang Nian Jadi Polisi…’

“Malang nian jadi polisi. Berbuat benar pun tetap disalahkan.” Kalimat bernada keluhan itu keluar dari bibir Wakil Kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya, Kompol Bahagia Dachi, Jumat (20/8). Sejak kemarin sore, namanya disebut-sebut sebagai aktor di balik kasus penganiayaan terhadap Muhammad Syaifudin Umar alias Abu Fida (38) yang diduga menyembunyikan buronan kasus pengeboman Hotel JW Marriott, Jakarta.
”Saya jelas tersinggung disudutkan seperti itu. Apalagi yang melepas Abu Fida di Kediri bukan saya. Kalau kemudian begini, malang nian jadi polisi. Berbuat benar pun tetap disalahkan,” ungkapnya dengan nada penuh kekesalan.

Lelaki yang dikenal kalem namun tegas ini kemudian mengungkapkan proses penangkapan Abu Fida. Setelah mendapat surat perintah penangkapan (SP Kap), dia bersama tiga anggotanya mencari rumah tersangka Abu Fida.

Meski lokasinya tergolong mudah dicari, ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Abu Fida mempunyai 2 rumah di Surabaya dan 1 rumah di Jombang. Komando berada di tangan Kompol Bahagia Dachi, ketika pencarian sudah menunjukkan hari ke-30 sejak SP Kap dikeluarkan 1 Juli 2004. Sebulan tidak membuahkan hasil tentu mengkhawatirkan.

Beberapa hari kemudian, tepatnya 4 Agustus, sebuah informasi mengatakan tersangka Abu Fida berada di Surabaya. Tim berkekuatan 3 bintara dan 1 perwira meluncur ke Asrama Haji Sukolilo.

Mereka menyanggong Abu Fida karena menurut informasi, dia akan melalui jalan di samping asrama haji. Keberuntungan berpihak pada petugas. Sesaat kemudian target operasi muncul dari ujung jalan. Baku hantam sempat terjadi. Pasalnya, Abu Fida melawan saat ditangkap. Akhirnya ayah empat anak itu diringkus setelah pergumulan tak seimbang, 3 lawan 1.

”Dia sempat melawan ketika ditangkap. Beruntung kami berhasil melumpuhkannya,” kata Kompol Bahagia Dachi.

Tugas pun selesai. Setelah itu Abu Fida diserahkan pada satu tim yang menangani dan menyidik tersangka kasus-kasus terorisme. ”Tugas penangkapan adalah tugas tim. Ada yang bertugas menangkap, kemudian ada yang menginterogasi. Kebetulan saya dan tiga anggota mendapat tugas menangkap tersangka Abu Fida,” urai Bahagia Dachi.

Menurutnya, setelah itu dia kembali pada kesehariannya sebagai Wakil Kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya. ”Saya juga terkejut begitu mengetahui Abu Fida ditemukan tergeletak di depan RSU dr Soetomo dalam kondisi luka. Saya menjadi heran ,kok, kemudian saya disebut yang menganiayanya,” ungkapnya. (*)

Hamil 2 Bulan Mencoba SS, Anak Akhirnya Ketagihan

Ibu dari segala obat adalah sedikit makan. Ibu dari segala adab adalah sedikit bicara. Ibu dari segala ibadat adalah takut buat dosa. Ibu dari segala cita-cita adalah sabar

Empat hal yang ditulis para pujangga itu, khusus ditorehkan untuk mengenang dan menggambarkan semua perbuatan mempunyai induk atau ibu. Namun ibu yang satu ini patut dirujuk sebagai pelajaran mengarungi riaknya hidup dan kehidupan yang sudah semakin jauh masuk ke alam pemikiran kapitalis.

Kemelaratanlah yang mengukuhkan Ny. Sukartini (43), warga Bronggalan Sawah dengan status barunya, ”Ibu sekaligus nenek tiga cucu pengedar sabu sabu (ss)”.

Sebutan itu semakin lekat dengan status Dimas Haryono (20), anaknya yang menjadi pemakai ss. Ibu dan anak itu, kini harus merenungi nasibnya di ruang tahanan Polresta Surabaya Selatan bersama Sutanto (28) warga Pacarkeling yang juga ditangkap Satuan Narkoba.

Ketiganya ditangkap petugas Minggu (17/7) sore, dalam operasi yang dipimpin Iptu Khonis Umbariyanto. ”Ketika kami menggeledah rumah mereka, didapat 3 poket ss serta beberapa peralatan menghisap seperti bong,” kata mantan Waka Polsekta Gayungan itu.

Ibu Sukartini hanya tersenyum getir ketika mengulang kisah hidupnya menjadi pengedar ss. Layaknya sebuah piringan hitam, pikiran istri Suparno (48) itu, flash back jejak langkahnya 5 bulan silam. Pada saat itu, ibu empat anak itu mengandung janin berumur 2 bulan yang kelak menjadi putranya yang ke lima. Di awal kehamilan bagi banyak orang, kesehatan kandungan maupun ibu yang mengandung sangat diperhatikan. Berbeda dengan Sukartini.

Seakan takdir sudah digaris di telapak tangan, ia justru terjerumus ke dunia narkoba. Awalnya ia berkenalan dengan seorang pria warga Jl. Gresikan. Persuaan singkat itu menjadi titik balik Sukartini sebagai ibu yang seharusnya menjadi panutan yang baik bagi putra-putrinya. Pria itu menawarinya menjadi pengedar ss. Caranya cukup mudah bagi seorang ibu rumah tangga. Ia dititipi setiap minggunya 5 sampai 10 poket serbuk setan itu. Setiap poketnya dijual Rp 100 ribu - Rp 120 ribu.

Tak urung tawaran yang menggiurkan dengan hasil keuntungan ditanggapi dengan tangan terbuka. Apalagi penghasilan Suparno sebagai sopir ekspedisi tergolong pas-pasan, semakin lekat dalam ingatannya.”Saya kepepet ekonomi. Dengan terpaksa tawaran itu saya terima,” aku Sukartini.

Anggukan kepala menjadi pertanda Sukartini menjadi seorang ”Ibu” yang lain bagi anak-anaknya. Tanpa sadar dia menjadi contoh bagi Elis (22) (putri pertamanya yang sudah menikah), Dimas (yang masih duduk di bangku SMA), Yuda (15), dan Doni (10). Ibarat bermain air, Sukartini ikut basah. Dari empat anaknya, hanya Dimas yang terpengaruh serbuk haram itu. Dalam hitungan hari, bisnis sampingan yang ditekuni wanita asli Surabaya tersebut semakin bergairah.

Dalam seminggu setidaknya dia mampu mengedarkan 5 sampai 10 poket. Dari mengedarkan ss itu, dia mengaku mendapatkan dua keuntungan. Selain uang Rp 50 ribu per minggu dari pria yang dikenalnya itu, ia bisa menggunakan ss dengan gratis. Caranya dia mencukit sedikit ss untuk konsumsi pribadi. ”Sejak hamil dua bulan saya sudah mencoba memakai ss,” kata ibu yang juga berstatus nenek tiga cucu itu.

Rasanya? Sukartini mengaku kandungannya biasa saja tidak ada pengaruhnya. Yang terang tubuhnya merasa lebih enteng ketika menghisap asap yang keluar dari serbuk mirip tawas itu. Bahkan, ia mengaku lebih bergairah menjalani kehidupan yang serba susah. Tidak takut anaknya nanti ketagihan, ia hanya menggeleng sembari mengatakan tidak tahu.

”Meski cucu saya sudah tiga orang dari Elis 2 cucu dan Dimas 1 bocah mungil, kebiasaan mengonsumsi ss semakin sulit dibendung. Hingga kandungan berumur 7 bulan, saya tetap mengonsumsi ss dengan cara mencukit,” katanya polos.

Seiring kebiasaan buruk itu, Dimas diam-diam memperhatikan tingkah ibu kandungnya. Dia yang nyambi membuka bengkel sambil sekolah di SMA swasta kawasan Surabaya Selatan, mulai tertarik. Secara sembunyi-sembunyi dia mulai menikmati kehidupan pemakai ss. Bahkan tak jarang, dia pesta ss bersama teman-temannya, termasuk Sutanto yang juga ditangkap satuan Narkoba. ”Saya sebenarnya tahu dia menggunakan ss. Tetapi saya tidak mencegahnya,” tutur Sukartini di ruang penyidikan.

Tuhan nampaknya memainkan tangan-tangannya melalui reserse narkoba Polresta Surabaya Selatan. Kebiasan keluarga itu, hanya dapat dihentikan jika mereka merenungi arti ”Ibu dan Anak” di dalam ruang tahanan. Minggu (17/7) siang, Sutanto dan Dimas sedang asyik menyedot asap putih berasal dari serbuk ss yang dibakar di dalam bong. Tiba-tiba pintu rumah digedor seorang pria. Mereka mengaku teman Sukartini dengan tujuan membeli barang. Ketika pintu dibuka, empat orang menyeruak sambil mengatakan, ”Kami petugas”.

Tak ayal, keluarga itu kelabakan. Saat digeledah dari sebuah tempat ditemukan 3 poket ss. Sementara dari tempat Dimas pesta, petugas menyita bong dan korek api. Sejak saat itu, tiga orang digelandang ke Mapolresta Surabaya Selatan. ”Tampaknya saya harus merenungi hidup saya bersama Dimas di ruang tahanan. Dan itu harus kami jalani,” kata wanita berambut sebahu itu. (*)

Derita ”Bunga Trotoar Pangsud”

Air mengalir penuh kelenturan. Terkadang riaknya tersibak bebatuan. Begitu pun kehidupan ini jika diperumpamakan air sungai yang mengalir. Terkadang harus melewati kerasnya batu karang bernama cobaan. Pengalaman hidup yang dialami Andini (23) warga Jl. Wonorejo, adalah satu hikmah dari kerasnya batu cadas dalam mengarungi hidup di kota metropolis ini.

Jarum jam sudah menunjukkan angka 24.00. Semenit lagi, Kamis, 2 Februari 2005 sudah diambang pintu. Tetapi belum ada satu pun pengendara mobil dari sekian ratus mobil yang lalu lalang di Jl. Panglima Sudirman menepi. Mata Andini menatap lekat tajam ke arah belokan Jl. Gubernur Suryo dan Jl. Pemuda. Siapa tahu ada om-om China, atau lelaki hidung belang yang butuh kehangatan.

Ia mulai gelisah. Sesekali sapu tangan cokelat yang dipegangnya menyapu kening yang tersaput bedak tebal. Sekilas dandanan wanita berambut sebahu itu mirip model Donna Harun. Sayang kulitnya agak hitam khas gadis Madura kebanyakan. ”Malam itu seperti biasa saya menunggu tamu di bilangan Jl. Panglima Sudirman,” katanya mengawali tragedi yang dialaminya pada 2 Februari 2005 lalu.

Sudah dua tamu yang ditemaninya malam itu. Namun uang di kantong serasa tak cukup untuk menutupi kebutuhan hedonis di kota metropolis. Kehidupan malam yang telah dijalani selama 2 tahun membuat hidup Andini berubah. Dulu bila di Pasuruan hidupnya serba kekurangan, saat ini dia merasakan manisnya uang. Lihat saja gelang dua biji melingkar manis di pergelangan. Belum lagi cincin, kalung serta giwang yang menambah penampilannya tak seperti PSK pada umumnya.

Di ujung jalan, mobil Isuzu Panther merah tampak digoda beberapa PSK yang mangkal di dekat Bank Danamon. Tetapi tampaknya pengemudinya agak ragu. Perlahan mobil itu mendekat di depan kantor Surabaya Post lama Jl. Panglima Sudirman. Di situ Andini tegak berdiri sambil mengayunkan tangan. Tidak tahunya mobil itu berhenti. ”Hai.. sayang, mau nggak nemenin kita ke Hotel Somerset,” kata seorang penumpang yang duduk di depan sebelah kiri.

Andini tak langsung mengiyakan. Dia kemudian melongok ke dalam. Ia lihat sopirnya mirip orang keturunan.”Cuma orang dua om,” tanyanya. Pria yang ditanya tadi mengangguk. ”Asal harganya cocok nggak papa,” tambah Andini. Hanya dalam hitungan menit, Andini pun sudah duduk di depan bagian kiri. Sementara pria yang tadi duduk di depan pindah di belakang. Dalam perjalanan itu, Andini lebih banyak diam. Namun ketika sudah melintas di depan Hotel Somerset perasaannya berubah. ”Lha mas, katanya menginap di Somerset. Tetapi kok terus lurus,” tanyanya. Pria yang memegang kemudi hanya tersenyum. Menurut dia sebentar lagi dia akan berbalik ke Hotel Somerset. ”Saya langsung telepon joki saya. Maksud saya tanya apa nomor platnya sudah dicatat,” tutur Andini. Begitu diberitahu kalau nopol mobil itu L 2744 HV, perasaan Andini sedikit lega. Belum habis nafas panjangnya, tiba-tiba tubuhnya ditarik ke belakang. Panel untuk merubah posisi jok ditarik hingga dalam posisi tertidur. Tubuh seksinya dipeluk dari belakang. Mendadak dari arah belakang muncul dua pria. Total empat orang yang mengerjainya.



Sikat Perhiasan

Belum sempat berteriak, mulut Andini diplester menggunakan lakban. Mobil yang terus melaju seperti tak mengiraukan teriakan maupun tendangan Andini ke langit-langit mobil. Saat itu mobil terus melaju ke pintu tol satelit. Agar petugas tol tak curga, wajahnya ditutupi dengan jaket hitam. Sekitar 5 menit setelah masuk tol, pria yang tadinya duduk di belakang mempreteli semua perhiasan Andini. Dia juga mengambil cincin, gelang, kalung dan anting-anting. Total kerugian yang diderita lebih dari Rp 5 juta.

Dia tak tahu kemana arah mobil berjalan, mendadak pintu mobil bagian tengah sebelah kiri dibuka dan dia dilempar keluar. Ternyata dia dibuang di depan PT Milenia, Desa Sambisewu, Kec. Wonorejo, Kab. Pasuruan. ”Sadar-sadar saya dibangunkan seorang satpam. Saya kemudian ditolong dan diantar ke Polsek Wonorejo Pasuruan. Di sana semua kejadian yang terjadi, saya ceritakan. Keesokan harinya setelah dibawa ke rumah sakit, saya diantar ke Wonorejo, Surabaya,” tuturnya.

Sejak itupula, pengalaman pahit itu mulai dilupakannya. Tetapi bayangan itu kembali melekat setelah Minggu (25/7) siang handphonenya berdering. Seorang pria yang mengaku petugas Polda Jatim mengabarkan berita gembira. ”Yang menculik saya tertangkap dan saya diminta datang ke sini untuk melihatnya. Ternyata dia memang yang membawa saya dulu,” kata Andini seusai melihat tersangka.

Otak pelaku perampasan disertai penculikan itu adalah Yudi Deka Pramana (30) warga Dusun Sukodono, Desa Canggu, Kec. Jetis, Kab. Mojokerto. Dia ditangkap Unit Resmob Polda Jatim yang dipimpin Kompol Heru Purnomo dari rumahnya ketika makan siang.

Reputasi Yudi dalam dunia kejahatan cukup banyak. Yudi ternyata pernah mencuri Honda CRV N 908 warna silver. Selain itu, dia juga pernah terlibat penggelapan mobil Suzuki Carry , dan pencurian Honda Supra X. ”Kami masih memburu 4 pelaku lainnya. Mudah mudahan cepat tertangkap,” ujarnya.(*)
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog