Widgetized Footer

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Oct 28, 2008

Merokok, ”Bunuh Diri” yang Dilanggengkan

Siapa yang tak kenal dengan tiga nama ini. Putera Sampoerna (HM Sampoerna), Rachman Halim (Gudang Garam), dan Budi Hartono (Djarum). Orang se Indonesia paling tidak sudah mendengar nama tiga orang itu. Kalau pun toh tidak mendengar tiga nama itu, setidaknya orang yang berada di gunung-gunung hingga tepi pantai, pasti mengenal hasil produksi ketiga orang itu. Ini sebuah fakta. Bahwa rokok telah menjadi budaya yang sudah mengakar di dalam masyarakat kita. 
Dari nelayan hingga pemetik kopi di gunung-gunung, semuanya memegang rokok sambil bekerja. Setiap petani atau nelayan kita dengan susah payah menyumbang uang kepada tiga orang yang dinobatkan Majalah Forbes masuk 40 orang terkaya di Indonesia. Hasil sumbangan, petani, nelayan, sopir, kuli bangunan, kuli disket, anggota Dewan, mahasiswa hingga pengamen jalanan, telah mengantarkan tiga orang  itu, sukses memiliki kekayaan bersih sedikitnya 22,275 Miliar US Dolar atau Rp200 triliun. Mereka memiliki sejuta karyawan, ratusan mobil, hingga ratusan gudang, untuk menjaring sesamanya masuk ke dalam jurang tak berkedalaman. Namun anehnya, para perokok terbius dalam kenikmatan asap semu. Kemudian dia mewariskan kepada anak-anak, dan cucu-cucunya. 
Siapa pun sadar, Tar yang terkandung di dalam rokok, dapat merusak paru-paru dan menyebabkan kanker. Siapa pun sadar Karbon Monoksida yang terkandung di dalam rokok, adalah gas beracun yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen. Siapa pun perokok sadar telah menghisap nikotin yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah. 
Tetapi kenapa masih ada yang merokok? Karena rokok adalah ”Tuhan Lima Senti” begitu penyair Taufiq Ismail menyindir betapa Indonesia adalah Surganya Kaum Perokok dan Nerakanya kaum yang tak pernah merokok. Sebutan ”Tuhan”, mungkin juga untuk menyindir kiai-kiai dan pemuka agama, yang masih tergiur dengan nikmatnya silinder tembakau terkandung dalam kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 milimeter itu.
Rokok boleh dikata berkah bagi pengusaha, dan bencana yang dinikmati bagi penghisapnya. Di antara dua sisi ini, pemerintah harus bertindak tegas mengatur hubungan tak seimbang itu. Sebab rokok sudah menjadi budaya yang sangat sulit memutus mata rantainya kecuali hanya dengan mengatur, tempat, kapan boleh, dan bagaimana cara merokoknya.  
Pada 22 Oktober 2008 lalu, Pemerintah Kota Surabaya dan DPRD sudah mengesahkan Peraturan Daerah Kawasan Tertib/Terbatas Rokok. Sebuah kemajuan meski boleh dibilang terlambat karena rokok sudah menjadi denyut nadi Kota Metropolis itu. Perda yang berlaku efektif 2009 itu, melarang orang merokok di sarana kesehatan seperti puskesmas, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, angkutan umum, dan tempat ibadah.  Sementara kawasan terbatas rokok berada di tempat umum seperti mal, bioskop, dan tempat kerja. Jika ada yang merokok dan ketahuan Satpol PP bisa kena denda Rp50 juta. 
Belajar dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara DKI Jakarta, sejatinya kelemahan dari setiap peraturan adalah ketegasan penegak peraturan itu. Kita tilik saja DKI Jakarta. Meski Perda sudah ditetapkan masih banyak mal dan gedung-gedung perkantoran yang tidak menyediakan tempat khusus merokok. Kemudian di setiap tempat umum masih jamak ditemui orang merokok sembarangan. Di sinilah ketegasan itu mutlak diperlukan. 
Coba simak sebait puisi penggalan ”Tuhan Lima Senti” ini. Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba.
Mari kita tegakkan aturan itu, atau ada ayahanda, ibunda, ananda, dan cucu-cucu kita mati karena tembakau. Stop merokok atau rokok membunuh Anda.
 

Sep 10, 2008

‘Malang Nian Jadi Polisi…’

“Malang nian jadi polisi. Berbuat benar pun tetap disalahkan.” Kalimat bernada keluhan itu keluar dari bibir Wakil Kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya, Kompol Bahagia Dachi, Jumat (20/8). Sejak kemarin sore, namanya disebut-sebut sebagai aktor di balik kasus penganiayaan terhadap Muhammad Syaifudin Umar alias Abu Fida (38) yang diduga menyembunyikan buronan kasus pengeboman Hotel JW Marriott, Jakarta.
”Saya jelas tersinggung disudutkan seperti itu. Apalagi yang melepas Abu Fida di Kediri bukan saya. Kalau kemudian begini, malang nian jadi polisi. Berbuat benar pun tetap disalahkan,” ungkapnya dengan nada penuh kekesalan.

Lelaki yang dikenal kalem namun tegas ini kemudian mengungkapkan proses penangkapan Abu Fida. Setelah mendapat surat perintah penangkapan (SP Kap), dia bersama tiga anggotanya mencari rumah tersangka Abu Fida.

Meski lokasinya tergolong mudah dicari, ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Abu Fida mempunyai 2 rumah di Surabaya dan 1 rumah di Jombang. Komando berada di tangan Kompol Bahagia Dachi, ketika pencarian sudah menunjukkan hari ke-30 sejak SP Kap dikeluarkan 1 Juli 2004. Sebulan tidak membuahkan hasil tentu mengkhawatirkan.

Beberapa hari kemudian, tepatnya 4 Agustus, sebuah informasi mengatakan tersangka Abu Fida berada di Surabaya. Tim berkekuatan 3 bintara dan 1 perwira meluncur ke Asrama Haji Sukolilo.

Mereka menyanggong Abu Fida karena menurut informasi, dia akan melalui jalan di samping asrama haji. Keberuntungan berpihak pada petugas. Sesaat kemudian target operasi muncul dari ujung jalan. Baku hantam sempat terjadi. Pasalnya, Abu Fida melawan saat ditangkap. Akhirnya ayah empat anak itu diringkus setelah pergumulan tak seimbang, 3 lawan 1.

”Dia sempat melawan ketika ditangkap. Beruntung kami berhasil melumpuhkannya,” kata Kompol Bahagia Dachi.

Tugas pun selesai. Setelah itu Abu Fida diserahkan pada satu tim yang menangani dan menyidik tersangka kasus-kasus terorisme. ”Tugas penangkapan adalah tugas tim. Ada yang bertugas menangkap, kemudian ada yang menginterogasi. Kebetulan saya dan tiga anggota mendapat tugas menangkap tersangka Abu Fida,” urai Bahagia Dachi.

Menurutnya, setelah itu dia kembali pada kesehariannya sebagai Wakil Kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya. ”Saya juga terkejut begitu mengetahui Abu Fida ditemukan tergeletak di depan RSU dr Soetomo dalam kondisi luka. Saya menjadi heran ,kok, kemudian saya disebut yang menganiayanya,” ungkapnya. (*)

Hamil 2 Bulan Mencoba SS, Anak Akhirnya Ketagihan

Ibu dari segala obat adalah sedikit makan. Ibu dari segala adab adalah sedikit bicara. Ibu dari segala ibadat adalah takut buat dosa. Ibu dari segala cita-cita adalah sabar

Empat hal yang ditulis para pujangga itu, khusus ditorehkan untuk mengenang dan menggambarkan semua perbuatan mempunyai induk atau ibu. Namun ibu yang satu ini patut dirujuk sebagai pelajaran mengarungi riaknya hidup dan kehidupan yang sudah semakin jauh masuk ke alam pemikiran kapitalis.

Kemelaratanlah yang mengukuhkan Ny. Sukartini (43), warga Bronggalan Sawah dengan status barunya, ”Ibu sekaligus nenek tiga cucu pengedar sabu sabu (ss)”.

Sebutan itu semakin lekat dengan status Dimas Haryono (20), anaknya yang menjadi pemakai ss. Ibu dan anak itu, kini harus merenungi nasibnya di ruang tahanan Polresta Surabaya Selatan bersama Sutanto (28) warga Pacarkeling yang juga ditangkap Satuan Narkoba.

Ketiganya ditangkap petugas Minggu (17/7) sore, dalam operasi yang dipimpin Iptu Khonis Umbariyanto. ”Ketika kami menggeledah rumah mereka, didapat 3 poket ss serta beberapa peralatan menghisap seperti bong,” kata mantan Waka Polsekta Gayungan itu.

Ibu Sukartini hanya tersenyum getir ketika mengulang kisah hidupnya menjadi pengedar ss. Layaknya sebuah piringan hitam, pikiran istri Suparno (48) itu, flash back jejak langkahnya 5 bulan silam. Pada saat itu, ibu empat anak itu mengandung janin berumur 2 bulan yang kelak menjadi putranya yang ke lima. Di awal kehamilan bagi banyak orang, kesehatan kandungan maupun ibu yang mengandung sangat diperhatikan. Berbeda dengan Sukartini.

Seakan takdir sudah digaris di telapak tangan, ia justru terjerumus ke dunia narkoba. Awalnya ia berkenalan dengan seorang pria warga Jl. Gresikan. Persuaan singkat itu menjadi titik balik Sukartini sebagai ibu yang seharusnya menjadi panutan yang baik bagi putra-putrinya. Pria itu menawarinya menjadi pengedar ss. Caranya cukup mudah bagi seorang ibu rumah tangga. Ia dititipi setiap minggunya 5 sampai 10 poket serbuk setan itu. Setiap poketnya dijual Rp 100 ribu - Rp 120 ribu.

Tak urung tawaran yang menggiurkan dengan hasil keuntungan ditanggapi dengan tangan terbuka. Apalagi penghasilan Suparno sebagai sopir ekspedisi tergolong pas-pasan, semakin lekat dalam ingatannya.”Saya kepepet ekonomi. Dengan terpaksa tawaran itu saya terima,” aku Sukartini.

Anggukan kepala menjadi pertanda Sukartini menjadi seorang ”Ibu” yang lain bagi anak-anaknya. Tanpa sadar dia menjadi contoh bagi Elis (22) (putri pertamanya yang sudah menikah), Dimas (yang masih duduk di bangku SMA), Yuda (15), dan Doni (10). Ibarat bermain air, Sukartini ikut basah. Dari empat anaknya, hanya Dimas yang terpengaruh serbuk haram itu. Dalam hitungan hari, bisnis sampingan yang ditekuni wanita asli Surabaya tersebut semakin bergairah.

Dalam seminggu setidaknya dia mampu mengedarkan 5 sampai 10 poket. Dari mengedarkan ss itu, dia mengaku mendapatkan dua keuntungan. Selain uang Rp 50 ribu per minggu dari pria yang dikenalnya itu, ia bisa menggunakan ss dengan gratis. Caranya dia mencukit sedikit ss untuk konsumsi pribadi. ”Sejak hamil dua bulan saya sudah mencoba memakai ss,” kata ibu yang juga berstatus nenek tiga cucu itu.

Rasanya? Sukartini mengaku kandungannya biasa saja tidak ada pengaruhnya. Yang terang tubuhnya merasa lebih enteng ketika menghisap asap yang keluar dari serbuk mirip tawas itu. Bahkan, ia mengaku lebih bergairah menjalani kehidupan yang serba susah. Tidak takut anaknya nanti ketagihan, ia hanya menggeleng sembari mengatakan tidak tahu.

”Meski cucu saya sudah tiga orang dari Elis 2 cucu dan Dimas 1 bocah mungil, kebiasaan mengonsumsi ss semakin sulit dibendung. Hingga kandungan berumur 7 bulan, saya tetap mengonsumsi ss dengan cara mencukit,” katanya polos.

Seiring kebiasaan buruk itu, Dimas diam-diam memperhatikan tingkah ibu kandungnya. Dia yang nyambi membuka bengkel sambil sekolah di SMA swasta kawasan Surabaya Selatan, mulai tertarik. Secara sembunyi-sembunyi dia mulai menikmati kehidupan pemakai ss. Bahkan tak jarang, dia pesta ss bersama teman-temannya, termasuk Sutanto yang juga ditangkap satuan Narkoba. ”Saya sebenarnya tahu dia menggunakan ss. Tetapi saya tidak mencegahnya,” tutur Sukartini di ruang penyidikan.

Tuhan nampaknya memainkan tangan-tangannya melalui reserse narkoba Polresta Surabaya Selatan. Kebiasan keluarga itu, hanya dapat dihentikan jika mereka merenungi arti ”Ibu dan Anak” di dalam ruang tahanan. Minggu (17/7) siang, Sutanto dan Dimas sedang asyik menyedot asap putih berasal dari serbuk ss yang dibakar di dalam bong. Tiba-tiba pintu rumah digedor seorang pria. Mereka mengaku teman Sukartini dengan tujuan membeli barang. Ketika pintu dibuka, empat orang menyeruak sambil mengatakan, ”Kami petugas”.

Tak ayal, keluarga itu kelabakan. Saat digeledah dari sebuah tempat ditemukan 3 poket ss. Sementara dari tempat Dimas pesta, petugas menyita bong dan korek api. Sejak saat itu, tiga orang digelandang ke Mapolresta Surabaya Selatan. ”Tampaknya saya harus merenungi hidup saya bersama Dimas di ruang tahanan. Dan itu harus kami jalani,” kata wanita berambut sebahu itu. (*)

Derita ”Bunga Trotoar Pangsud”

Air mengalir penuh kelenturan. Terkadang riaknya tersibak bebatuan. Begitu pun kehidupan ini jika diperumpamakan air sungai yang mengalir. Terkadang harus melewati kerasnya batu karang bernama cobaan. Pengalaman hidup yang dialami Andini (23) warga Jl. Wonorejo, adalah satu hikmah dari kerasnya batu cadas dalam mengarungi hidup di kota metropolis ini.

Jarum jam sudah menunjukkan angka 24.00. Semenit lagi, Kamis, 2 Februari 2005 sudah diambang pintu. Tetapi belum ada satu pun pengendara mobil dari sekian ratus mobil yang lalu lalang di Jl. Panglima Sudirman menepi. Mata Andini menatap lekat tajam ke arah belokan Jl. Gubernur Suryo dan Jl. Pemuda. Siapa tahu ada om-om China, atau lelaki hidung belang yang butuh kehangatan.

Ia mulai gelisah. Sesekali sapu tangan cokelat yang dipegangnya menyapu kening yang tersaput bedak tebal. Sekilas dandanan wanita berambut sebahu itu mirip model Donna Harun. Sayang kulitnya agak hitam khas gadis Madura kebanyakan. ”Malam itu seperti biasa saya menunggu tamu di bilangan Jl. Panglima Sudirman,” katanya mengawali tragedi yang dialaminya pada 2 Februari 2005 lalu.

Sudah dua tamu yang ditemaninya malam itu. Namun uang di kantong serasa tak cukup untuk menutupi kebutuhan hedonis di kota metropolis. Kehidupan malam yang telah dijalani selama 2 tahun membuat hidup Andini berubah. Dulu bila di Pasuruan hidupnya serba kekurangan, saat ini dia merasakan manisnya uang. Lihat saja gelang dua biji melingkar manis di pergelangan. Belum lagi cincin, kalung serta giwang yang menambah penampilannya tak seperti PSK pada umumnya.

Di ujung jalan, mobil Isuzu Panther merah tampak digoda beberapa PSK yang mangkal di dekat Bank Danamon. Tetapi tampaknya pengemudinya agak ragu. Perlahan mobil itu mendekat di depan kantor Surabaya Post lama Jl. Panglima Sudirman. Di situ Andini tegak berdiri sambil mengayunkan tangan. Tidak tahunya mobil itu berhenti. ”Hai.. sayang, mau nggak nemenin kita ke Hotel Somerset,” kata seorang penumpang yang duduk di depan sebelah kiri.

Andini tak langsung mengiyakan. Dia kemudian melongok ke dalam. Ia lihat sopirnya mirip orang keturunan.”Cuma orang dua om,” tanyanya. Pria yang ditanya tadi mengangguk. ”Asal harganya cocok nggak papa,” tambah Andini. Hanya dalam hitungan menit, Andini pun sudah duduk di depan bagian kiri. Sementara pria yang tadi duduk di depan pindah di belakang. Dalam perjalanan itu, Andini lebih banyak diam. Namun ketika sudah melintas di depan Hotel Somerset perasaannya berubah. ”Lha mas, katanya menginap di Somerset. Tetapi kok terus lurus,” tanyanya. Pria yang memegang kemudi hanya tersenyum. Menurut dia sebentar lagi dia akan berbalik ke Hotel Somerset. ”Saya langsung telepon joki saya. Maksud saya tanya apa nomor platnya sudah dicatat,” tutur Andini. Begitu diberitahu kalau nopol mobil itu L 2744 HV, perasaan Andini sedikit lega. Belum habis nafas panjangnya, tiba-tiba tubuhnya ditarik ke belakang. Panel untuk merubah posisi jok ditarik hingga dalam posisi tertidur. Tubuh seksinya dipeluk dari belakang. Mendadak dari arah belakang muncul dua pria. Total empat orang yang mengerjainya.



Sikat Perhiasan

Belum sempat berteriak, mulut Andini diplester menggunakan lakban. Mobil yang terus melaju seperti tak mengiraukan teriakan maupun tendangan Andini ke langit-langit mobil. Saat itu mobil terus melaju ke pintu tol satelit. Agar petugas tol tak curga, wajahnya ditutupi dengan jaket hitam. Sekitar 5 menit setelah masuk tol, pria yang tadinya duduk di belakang mempreteli semua perhiasan Andini. Dia juga mengambil cincin, gelang, kalung dan anting-anting. Total kerugian yang diderita lebih dari Rp 5 juta.

Dia tak tahu kemana arah mobil berjalan, mendadak pintu mobil bagian tengah sebelah kiri dibuka dan dia dilempar keluar. Ternyata dia dibuang di depan PT Milenia, Desa Sambisewu, Kec. Wonorejo, Kab. Pasuruan. ”Sadar-sadar saya dibangunkan seorang satpam. Saya kemudian ditolong dan diantar ke Polsek Wonorejo Pasuruan. Di sana semua kejadian yang terjadi, saya ceritakan. Keesokan harinya setelah dibawa ke rumah sakit, saya diantar ke Wonorejo, Surabaya,” tuturnya.

Sejak itupula, pengalaman pahit itu mulai dilupakannya. Tetapi bayangan itu kembali melekat setelah Minggu (25/7) siang handphonenya berdering. Seorang pria yang mengaku petugas Polda Jatim mengabarkan berita gembira. ”Yang menculik saya tertangkap dan saya diminta datang ke sini untuk melihatnya. Ternyata dia memang yang membawa saya dulu,” kata Andini seusai melihat tersangka.

Otak pelaku perampasan disertai penculikan itu adalah Yudi Deka Pramana (30) warga Dusun Sukodono, Desa Canggu, Kec. Jetis, Kab. Mojokerto. Dia ditangkap Unit Resmob Polda Jatim yang dipimpin Kompol Heru Purnomo dari rumahnya ketika makan siang.

Reputasi Yudi dalam dunia kejahatan cukup banyak. Yudi ternyata pernah mencuri Honda CRV N 908 warna silver. Selain itu, dia juga pernah terlibat penggelapan mobil Suzuki Carry , dan pencurian Honda Supra X. ”Kami masih memburu 4 pelaku lainnya. Mudah mudahan cepat tertangkap,” ujarnya.(*)

Mar 17, 2008

Presiden Negeri yang Dirundung Bencana


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo. Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Beliau dikaruniai dua orang putra yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, beliau untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS). Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya. Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS. Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit. Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam. Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret 2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik menjadi Presiden RI ke-6. (Dari Berbagai Sumber/pnri)

Presiden Wanita Pertama



Presiden Megawati Soekarnoputri

Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau adalah Wakil Presiden RI yang ke-8 dibawah pemerintahan Abdurrahman Wahid. Megawati adalah putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga proklamator, Soekarno dan Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama. Pada suatu tugas militer, tahun 1970, di kawasan Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat militernya hilang dalam tugas. Derita tiada tara, sementara anaknya masih kecil dan bayi. Namun, derita itu tidak berkepanjangan, tiga tahun kemudian Mega menikah dengan pria bernama Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring Ulu, Palembang. Kehidupan keluarganya bertambah bahagia, dengan dikaruniai seorang putri Puan Maharani. Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak, Megawati sudah lincah dan suka main bola bersama saudaranya Guntur. Sebagai anak gadis, Megawati mempunyai hobi menari dan sering ditunjukkan di hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana.Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati Soekarnoputri ini memulai pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972). Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega -- panggilan akrab para pendukungnya -- tidak terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya. Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara. Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa beliau masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak menonjol mengingat kondisi politik saat itu. Maka belaiu memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu.Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula. Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas, dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada kongres ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung oleh pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta.Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor itu.Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, dia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang terhadap Mega itu, menundang empati dan simpati dari masyarakat luas. Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah. Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya memantapkan Mega pada posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6. (Dari Berbagai Sumber/-pnri)

Guru Bangsa


Presiden Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur menjabat Presiden RI ke-4 mulai 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Beliau lahir tanggal 4 Agustus 1940 di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah seorang pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama, yang bernama KH. Wahid Hasyim. Sedangkan Ibunya bernama Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari .Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu beliau juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi bermain bola, catur dan musik. Bahkan Gus Dur, pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film Indonesia. Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika Gus Dur berada di Mesir.Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, beliau bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak. Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh LP3ES. Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap `menyimpang`-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Beliau juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987. Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial. Seringkali pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang. (Dari Berbagai Sumber/pnri)
Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie

Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung. Tak lama setelah bapaknya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB). Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 yang kemudian mendapatkan gekar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Habibie menikah tahun 1962, dan dikaruniai dua orang anak. Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut Teknologi Bandung. Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman. (Dari Berbagai Sumber/pnri)

Presiden Soeharto

Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah. Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani. Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran. Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel. Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat). Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998. (Dari Berbagai Sumber/pnri)

Bapak Bangsa

Presiden Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu. Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok. Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi". (Dari Berbagai Sumber/pnri)
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog