Widgetized Footer

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jul 26, 2010

Cara Maut Memilih Ketua Geng

Lapen, memang memabukkan. Saking kerasnya, kandungan alkoholnya bisa mengantarkan hingga ke akhirat. Percaya atau tidak? Dalam sepekan terakhir, setidaknya 14 pemuda mati sia-sia menenggak lapen. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BB POM) Yogyakarta menduga korban tewas karena unsur methanol di dalam alkohol lapem.

Dugaan sementara ini merujuk sejumlah literatur di mana Lapen dibuat dengan cara mencampur alkohol berkadar di atas 70% dengan air, bahan perasa, dan pewarna makanan.Data terakhir Poltabes Yogyakarta, jumlah korban tewas akibat menenggak Lapen di Kota Yogyakarta sudah mencapai 14 orang.

Sejatinya, pesta miras hingga tewas tidak hanya terjadi di Yogyakarta. Pada awal 2007, Kota Kediri dan Tulungagung digegerkan matinya belasan pemuda. Usut punya usut, mereka ternyata mati overdosis. Saking banyaknya korban, Pemkot Kediri sampai menyatakan kejadian luar biasa (KLB). Bedanya, kalau di Yogyakarta menenggak Lapen, maka di Kediri dan Tulungagung, menenggak minuman keras oplosan.

Data Dinas Kesehatan Kota Kediri menyebutkan, korban tewas overdosis mencapai 34 orang, 11 di antaranya tewas selama Maret 2007. Hasil tes urine yang dilakukan petugas medis, sebagian urine diketahui mengandung benzodiazepines. Zat beracun itu menyebabkan kerusakan otak.
Data di RSU dr Iskak Tulunggung dalam kurun waktu yang relatif bebarengan dengan di Kediri, delapan pemuda tewas sia-sia karena minuman keras dan psikotropika. Mereka di antaranya, Mohammad Muchtar,19; Ahmad Rofiq, 18; Ibnu Nita Chandra, 18, (ketiganya warga Desa Bendiljatiwetan, Kecamatan Sumbergempol), Khoirul Muklis,22, warga Desa Jabalsari, Kecamatan Sumbergempol; Taufik Armiko,20, warga Desa Tapan, Kecamatan Kedungwaru; Fendik,21, warga Kelurahan Bago, Kecamatan Tulungagung; Dwi Prasetya,22, warga Desa Pacitan, Kecamatan Ngunut; dan Nanang, 20, warga Desa Pojok, Kecamatan Ngantru.

Sedemikian parahkah pemuda kita? Kebiasaan mengonsumsi obat-obat psikotropika jenis lexotan, nampaknya memang menjadi gaya hidup bagi sebagian remaja Kediri dan sekitarnya. Bahkan untuk menyandang gelar sebagai ketua geng, mereka mengadakan uji nyali dengan mengonsumsi pil koplo.

Joni (nama samaran), 28, warga, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, menjelaskan, kebiasaan mengonsumsi lexotan, ibaratnya sudah seperti memakan nasi bagi pemuda di kampungnya."Jika tidak ketemu lele (sebutan untuk obat double L), rasanya seperti belum makan nasi satu hari," ujarnya sambil cengar-cengir.
Bapak satu anak mantan ketua geng di kampungnya itu mengungkapkan, tidak terlalu sulit mendapatkan pil koplo di wilayah eks Karesidenan Kediri. Cukup dengan berbekal rekomendasi sesama pengguna pil koplo, calon pemakai akan diperkenalkan kepada seorang pengedar yang selalu siap memenuhi berapa pun obat yang dibutuhkan. ”Harganya murah, berkisar antara Rp2.500 - Rp5.000 per butir,” tukasnya.
Harga yang sangat murah itu, tidak terlalu berat bagi pemuda yang bekerja sebagai buruh serabutan dan pengamen jalanan. Apalagi peredaran pil koplo sudah dari kampung ke kampung. Sehingga, ibarat baru saja keluar rumah, pil koplo sudah di depan mata. Dari penelusuran kasus per kasus, sebagian besar para korban tewas overdosis adalah pengamen dan buruh pada home industri yang tersebar di Kediri dan Tulungagung.
Penghasilan mereka berkisar Rp15.000 – Rp25.000 per hari. Maka harga pil yang berkisar Rp2.500-Rp5.000, merupakan harga yang sangat murah untuk sekadar menikmati fly. Terkadang, untuk menunjukkan eksistensinya, satu kelompok pemuda tak keberatan untuk patungan membeli pil haram tersebut."Kalau pil sudah terkumpul, kami pesta kecil-kecilan di rumah salah satu teman," jelas Joni, yang sudah 2 tahun tidak menikmati lexotan .
Pesta narkoba rata-rata digelar untuk memperkuat persahabatan antar anggota kelompok. Dalam pada itu, tercipta sikap keterbukaan antar sesama anggota geng. Ini yang kemudian mendorong pesta adu nyali.
Ritual adu nyali dilakukan untuk mencari siapa yang terkuat. Siapa pun yang sanggup menelan puluhan butir lexotan, dia yang akan dinobatkan sebagai ketua geng atau minimal dianggap jagoan. "Siapa yang terakhir berdiri dan tidak kolaps, dia yang akan dinyatakan sebagai ketua geng. Ini sudah menyangkut harga diri bagi kami sebagai laki-laki," ujarnya berapi-api.
Ritual ”gila” itu belum cukup. Bahkan, para pemuda itu melakukan eksperimen dengan meracik pil koplo dengan minuman beralkohol. Parahnya lagi, untuk menimbulkan sensasi yang luar biasa, minuman keras dan pil lexotan dioplos dengan obat nyamuk merek autan dan baygon.
Tak tanggung-tanggung, ada yang dicampur dengan bahan bakar bensin dan spiritus.

"Hanya saja, kadar bahan bakar tidak perlu banyak sehingga tidak terlalu kolaps," kata Joni ringan. Joni mengaku, koma selama 1 bulan di rumah sakit setelah minum minuman oplosan itu. Saat ini Joni sudah menyatakan berhenti mengonsumsi narkoba setelah menjalani masa penyembuhan selama dua tahun. ”Saya sudah tobat, dan tidak ingin mengulangi masa lalu lagi,” pungkasnya.

Korban tewas sudah berjatuhan. Masihkah pemuda kita menutup mata? Nyatanya, pesta miras masih ada di mana-mana. Mulai dari diskotek hingga gardu pos keamanan di pojok kampung. Kini pesta miras tak sekadar minum, tapi sudah menyangkut nyali hingga nyawa. Anda berani?

Suramadu, Kebanggaan Semu?

.Ini bukan prediksi final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, antara Belanda versus Spanyol yang digelar Senin dini hari (12/7). Tapi ini masalah kebanggaan sebagai sebuah bangsa. Pertemuan dua finalis bangsa penjajah nusantara pada Piala Dunia 2010 ini memberi pelajaran yang sangat berarti. Konflik antarsuku, agama, perbedaan politik hingga dendam antarpribadi, akan menguntungkan bangsa lain.

Kekacauan akibat adu domba pernah dimanfaatkan para penjajah untuk menyelinap ke Indonesia. Bangsa Eropa pertama, menurut buku-buku sejarah yang menjejakkan kakinya di wilayah Indonesia adalah bangsa Spanyol dan Portugis.

Politik adu domba membuat dua wilayah di bawah Kesultanan Ternate dan Tidore, dengan mudah dikuasai bangsa Eropa. Demikian pula masuknya Belanda yang diwakili Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602.
Gampangnya kompeni masuk juga dipengaruhi perpecahan raja-raja Jawa dari Kerajaan Mataram hingga Kesultanan Demak. Kalau diteruskan, catatan ini akan menjadi tulisan ngelantur tentang sejarah. Pada intinya, bangsa ini sangat mudah diadu sesama bangsanya bukan karena kemiskinan, tetapi barangkali karena negeri ini terlalu kaya. Jumlah suku dan bahasa daerahnya mencapai ratusan, potensi tambang mulai batu bara hingga intan permata berjuta ton, dan alamnya gemah ripah loh jinawi.

Meski kaya, negeri ini masih ketinggalan di banding negara di semenanjung Korea. Ketika Korea Selatan (Korsel) yang hari kemerdekaannya selisih dua hari dengan Indonesia, sudah melaju ke babak gugur Piala Dunia 2010, negeri ini masih gontok-gontokan. Entah di bidang perekonomian maupun olahraga, Indonesia masih kalah dibanding Korsel.

Dari segi perekonomian, Korsel sudah melaju cepat meninggalkan Indonesia. Menurut saudara-saudara tenaga kerja Indonesia yang ada di Korsel, mencari pekerjaan di Korsel ibarat membalikkan telapak tangan. Gampangnya mencari pekerjaan ini menjadi satu indikator kalau pertumbuhan ekonomi Korsel cukup baik. ”Paling banter menganggurnya dua hari. Setelah itu dapat kerja lagi,” kata seorang TKI yang sudah 5 tahun berada di negeri ginseng itu.

Pertumbuhan Korsel juga tidak lepas dari gaya hidup warga Korsel yang sangat cinta produk dalam negeri. Mereka bangga dengan bangsanya. Karena alasan itu, mereka juga enggan menggunakan barang-barang produk Jepang, yang dulu sempat menjajahnya. Mereka ingin menepuk dada bisa melebihi kemampuan penjajah dalam segala hal, mulai teknologi, olahraga, hingga perekonomian.

Kemampuan itu juga ditunjukkan daya saing mobil merek Korsel seperti Hyundai, Daewoo terhadap kuda besi asal Jepang. Sedangkan Indonesia belum pernah sukses menggarap mobil nasional. Kondisi serupa juga terjadi di peralatan elektronika. Warga Korsel selalu bangga dengan produk negerinya. Mereka bangga dengan merek Samsung, mulai tv hingga telepon seluler (ponsel).

Bandingkan dengan masyarakat Indonesia yang selalu bangga dengan produk luar negeri. Mereka bahkan dengan bangganya menggunakan produk bangsa yang dulu pernah menjajah Indonesia. Ribuan sepeda motor merek Yamaha, Honda, Suzuki, Kawasaki berkeliaran di jalan-jalan. Bila masuk ke dalam rumah, jarang kita menemukan tv merek Polytron. Padahal tv ini merupakan produk asli Indonesia. Sampai masalah Piala Dunia 2010, masyarakat Indonesia sebagian terbelah antara menjagokan Belanda atau Spanyol.

Untuk urusan sepak bola, Indonesia juga tidak ada apa-apanya dengan Korsel. Park ji Sung dkk sukses menembus Piala Dunia 2010 dengan penampilan menawan meski berhadapan raksasa Argentina. Sedangkan prestasi Bambang Pamungkas dkk hanya level Asia Tenggara. Kebanggaan sebagai bangsa juga dirasakan rakyat Spanyol pasca kemenangan 1-0 atas timnas sepak bola Jerman. Sukses tersebut menggumpalkan semangat dan motivasi rakyat Spanyol keluar dari krisis global

“Semangat rakyat Spanyol tumbuh kembali. Kami semua sangat bangga dengan hasil yang dicapai timnas. Ini adalah pelepas derita krisis ekonomi mengerikan yang diciptakan pemerintah. Hasil ini mengangkat semangat kami untuk melewati krisis ini,” ujar Loria Alejandrez, seorang wanita pegawai negeri sipil di Madrid, seperti dikutip Reuters, Seputar Indonesia, Jumat (9/7).

Itulah kebanggaan. Produk dalam negeri yang berkualitas, kemenangan tim sepak bola, atau prestasi anak bangsa lainnya, ternyata bisa mengungkit rasa bangga sebagai bangsa. Termasuk ketika Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) diresmikan setahun lalu. Tidak hanya rakyat Jawa Timur saja yang bangga. Tapi bangsa ini juga bangga karena memiliki jembatan terpanjang di Indonesia. Namun kiprah jembatan Suramadu masih jauh dari konsepnya sebagai kawasan ekonomi. Jembatan Suramadu sebenarnya digadang-gadang mampu mendorong investasi di kawasan Madura dan sekitarnya.

Namun setelah setahun berlalu, Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) belum bisa menjadi seorang Carlos Puyol. Gebrakan BPWS belum mirip tandukan bek tengah Barcelona itu ke gawang Jerman, yang mampu mengungkit semangat rakyat Spanyol keluar dari keterpurukan ekonomi. Lembaga bentukan pemerintah ini masih berkutat di lini belakang dengan tata ruang dan wilayah (RTRW) Suramadu, hingga terbelit masalah kekurangan dana. Tak pelak para investor yang sudah antre enggan melesakkan gol di Suramadu. Semoga Jembatan Suramadu bukan kebanggaan semu belaka. Make us proud, Indonesia!.(*)
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog