Widgetized Footer

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sep 6, 2010

Java Day, Program Ora Njawani

Sebagai orang yang lahir kemudian dibesarkan di tanah Jawa, program Java Day membuat saya terkaget-kaget. Sudah punahkah bahasa Jawa sehingga harus ada Java Day? Bahasa Jawa tidak akan punah. Apalagi jika penduduk Pulau Jawa yang merasa memiliki bahasa Jawa masih hidup dan beranak-pinak di Pulau Jawa.

Bahkan yang berada di luar Indonesia pun masih menggunakan bahasa Jawa. Budaya mereka juga masih menggunakan budaya Jawa yang dikenal sopan dan santun. Sebut saja Suriname. Negara yang dulunya bernama Guyana Belanda tampaknya sangat njawani dibanding yang tinggal di pulau Jawa.

Mereka memiliki bahasa Jawa dialek Suriname. Ini bisa dimaklumi karena nenek moyang Suriname berasal dari Jawa. Hebatnya penutur bahasa Jawa di Suriname ini, menurut wikipedia, mencapai 65.000 jiwa di Suriname dan 30.000 jiwa di Belanda. Sekali lagi ini menjadi bukti bahwa masyarakat Jawa tetap memegang erat budayanya di manapun mereka berada.

Tetapi kalau budaya dan bahasa Jawa luntur barangkali iya. Indikasi awalnya bisa dilihat dari munculnya program Java Day. Dari namanya saja sudah mengandung bahasa Inggris. Java adalah sebutan yang disematkan orang-orang Eropa terhadap tanah Jawa.

Mungkin bibir mereka tidak seluwes orang Indonesia yang bisa melafalkan Jawa. Sedangkan Day, semua maklum kalau Day adalah bahasa Inggris yang artinya hari. Sejak tahun 2000, saya kira anak-anak TK saja sudah mengerti apa artinya Java Day. Arti gampangnya adalah sehari berbahasa Jawa atau sehari berbudaya Jawa.

Program ini adalah wujud kemampuan pemimpin Dinas Pendidikan Kota Surabaya meneropong masa depan. Mungkin Kepala Dinas Pendidikan Sahudi khawatir jika budaya Jawa ini ditelan budaya Inggris, Eropa, maupun gaya hidup hedonis yang tumbuh di kota-kota besar. Baru satu tahun dijalankan, niat suci ini ternoda dan terhalang banyak rintangan.

Dikatakan ternoda karena dari namanya saja sudah tidak njawani. Bagi wali murid yang tak mengerti bahasa Inggris, pasti hanya menerka-nerka arti Java Day. Niatnya memang baik agar siswa dan guru lebih berbudaya Jawa. Namun nama program harus di kritisi karena tak membawa pesan yang terkandung di dalam program itu.

Rintangan lain bisa disimak dari pengakuan para guru yang menjalankan program Java Day. Mereka rata-rata mengaku kesulitan menggunakan bahasa Jawa. Kepala SMPN 1 Surabaya Muchtar menuturkan, penerapan hari berbahasa Jawa di sekolah cukup sulit.

Proses belajar mengajar sendiri terhambat ketika guru di kelas menggunakan bahasa Jawa dalam memberikan pelajaran kepada siswa. Pihak sekolah akhirnya memilih kembali menggunakan bahasa Indonesia. Dia tidak mau mengambil risiko kalau siswa tidak bisa menangkap pelajaran ketika penyampaiannya menggunakan bahasa Jawa, seperti dikutip Harian Seputar Indonesia (2/5).

Hal yang sama terjadi di SMA Khadijah Surabaya. Kepala SMA Khadijah Suwito mengatakan, anjuran Dindik Surabaya tentang pelaksanaan Java Day tidak diterapkan sama sekali di SMA Khadijah. Sejak awal pihaknya sudah bersikukuh kalau program Java Day sulit diterapkan di sekolah. Alasannya tidak semua siswa mau menggunakan bahasa Jawa.

Ini berarti lingkungan sangat tidak mendukung bagi terlaksananya program Dindik itu. Orang tua, guru, dan kita semua, sepatutnya introspeksi menyikapi permasalahan ini. Sosok guru bagi orang Jawa identik dengan tokoh yang bisa digugu lan ditiru. Kalau gurunya saja mengeluh apalagi muridnya. Termasuk urusan bahasa Jawa, guru adalah sosok yang bisa ditiru. Keseharian guru ketika berbicara dengan sesama guru akan ditiru muridnya.

Jika guru berbahasa Jawa Krama Inggil, maka muridnya juga berusaha akan menirukannya berbahasa Krama Inggil. Demikian sebaliknya. Jika guru berbicara dengan bahasa Inggris, maka murid-muridnya akan lebih pandai berbahasa Inggris daripada Jawa. Keputusan Kepala Dindik Surabaya Sahudi untuk mempertahankan program Java Day selama tahun ajaran 2009/2010 patut diacungi jempol.

Menurut dia, Java Day tidak sekadar berbahasa Jawa, tapi lebih pada tuntunan etika yang baik bagi pelajar di Surabaya. Melihat kendala di atas, tampaknya harus ada perubahan pola pendekatan dalam menghidupkan kembali budaya dan bahasa Jawa di kalangan siswa.

Ada banyak cara untuk mengingatkan budi pekerti maupun bahasa Jawa. Kalau ada lomba pidato bahasa Inggris, Jepang, Jerman, maupun Prancis, kenapa tidak ada lomba pidato bahasa Jawa tingkat SMP maupun SMA. Program pemahaman juga bisa dilakukan dengan lomba membaca puisi bahasa Jawa.

Undang para penyair Jawa untuk menjadi pembicara di kelas-kelas. Atau sekadar membaca puisi bahasa Jawa dalam setiap momen peringatan. ”Saya mendengar dan saya lupa. Saya melihat dan saya ingat. Saya lakukan dan saya paham.” Begitu filsuf China Confusius menyindir kita semua.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog