Widgetized Footer

Mar 9, 2007

Bergelut Bulu Unggas 15 tahun

Flu Burung Siapa Takut!!!

Bagi Suratin,78, pekerjaan memilah bulu unggas untuk produksi shuttle cock, merupakan pekerjaan utama. Meski ada virus flu burung, wanita yang bekerja selama 15 tahun itu tak takut tertular karena sudah terbiasa.

Saat tiga staf WHO datang ke rumah Purwanto, ada pemandangan menarik ketika mereka berbincang dengan Suratin. Di satu sisi, dua staf WHO itu mengenakan pakaian standar proteksi pengamanan virus, mulai masker, tutup kepala, baju full body, hingga sarung tangan. Sedangkan nenek Suratin, hanya mengenakan daster merah kombinasi putih. Perbedaan itu yang menunjukkan, cara dan bagaimana menghadapi, virus yang sangat menakutkan dunia itu. ”Sudah 15 tahun, pekerjaan kami memilah bulu unggas untuk produksi kok. Tetapi baru kali ini, ada kejadian seperti flu burung,” kata Suratin kepada SINDO, kemarin. Yang membedakan, kata Suratin, adalah bulu yang dipilah sebelum Anang sakit demam, bulunya agak basah dan kotor. Namun, karena sudah pekerjaan, terpaksa harus dihitung kemudian dikirim ke Nganjuk dijadikan bahan kok. ”Sebelum-sebelumnya tak pernah ada yang basah dan kotor,” kata Suratin menggunakan bahasa Jawa. Ia menuturkan, untuk 3 sampai 4 karung bulu, keluarga Purwanto memperoleh uang Rp4 juta. Demikian pula saat memilah bulu asal Medan itu, upahnya juga sampai Rp4 juta. ”Kami tak pernah memikirkan flu burung sehingga biasa saja. Apalagi sudah dibilangi dokter kalau sudah aman,” kata Suratin. Sejak Anang dilarikan ke RSUD Dr Soetomo, puluhan tetangga Purwanto, ada yang mengaku khawatir, dan ada pula yang tidak khawatir.”Jelas khawatir, nanti kalau menular pada anak saya bagaimana,” tukas Jumiarti,33, tetangga rumah Purwanto. Menurut ibu dua anak ini, kendati khawatir akan menular pada keluarganya, ia tak pernah menjauh dari keluarga Purwanto. Itu disebabkan, keluarga Purwanto merupakan bagian dari desa yang tidak bisa dipinggirkan begitu saja. ”Kami sudah mengenal baik keluarga mereka. Jadi nggak benar kalau kami harus menjauh,” ujarnya.
Agar tidak khawatir berlebihan, Jumiarti mengaku sudah memberi vitamin kepada anak-anaknya. Setidaknya tubuh mereka, terjaga dari penyakit lain. ”Kebersihan rumah juga harus kami pelihara agar tak kumuh dan menimbulkan penyakit,” ujarnya.
Lain halnya dengan Yatinah. Wanita berumur 41 tahun itu, mengaku rasa kekhawatirannya sangat sedikit. Sebab kendati sangat dekat dengan keluarga korban, lokasinya sudah dibersihkan pemerintah dari virus flu burung. ”Kalau sudah bersih mengapa takut, yang penting kita berusaha,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi penularan virus tersebut, para warga memberi vitamin dalam jumlah banyak kepada anak-anak mereka, serta meningkatkan kebersihan selain melakukan penyemprotan disinfektan dan insectisida. Para warga juga meminta pemerintah, dalam hal ini Dinkes Kabupaten Kediri segera mengambil sampel darah mereka untuk diperiksakan ke laboratorium. “Kami khawatir jika tidak ada pemeriksaan darah,ada warga yang tertular AI tetapi tidak diketahui,” ujarnya.
Plt Kasubdin P2PL (pencegahan penyakit, dan penyehatan lingkungan), dr Adi Laksono mengungkapkan, pengambilan sampel darah bisa dilakukan jika Anang memang postif flu burung. Jika belum dinyatakan positif, maka pihaknya belum bisa mengambil sampel darah dari keluarga maupun warga. ”Tetapi mohon maaf, yang bisa menyatakan korban positif AI atau tidak, hanya menteri kesehatan,” ujarnya.
Sebagai langkah antisipasi, kata Adi, pihaknya akan mengumpulkan warga guna sosialisi tentang flu burung.”Selain itu, lingkungan ini akan diberi vaksinasi,” ujarnya.(edi purwanto)

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog