Widgetized Footer

Mar 8, 2007

”Pemugaran Simping; Janji Tinggalah Janji”


Edy Swara, dikenal sebagai penjaga Candi Simping, Desa Sumberjati, Kademangan, Blitar. Lelaki tak lulus SD itu, telah mengabdi di Candi Simping sejak 1977. Selama 29 tahun menjaga candi, harapan Edy hanya agar candi itu direnovasi sesuai miniatur peninggalan Kerajaan Majapahit.

Kabar pemugaran Candi Simping telah diterima Edy, lebih dari 10 tahun silam. Setiap pejabat Dinas Pariwisata maupun Kepurbakalaan, baik dari pusat maupun daerah, selalu mengatakan; ”Candi ini akan kami renovasi sesuai dengan aslinya”. Miniatur asli sekarang berada di Balai Penyelamatan Benda Kepurbakalaan Trowulan Mojokerto. ”Dari miniatur itu, Candi Simping akan direnovasi. Saya yakin, candi ini lebih gagah bila direnovasi,” ungkapnya keturunan ketiga Mbah Singoredjo, penjaga Candi Simping itu.
Alasan bapak 3 putra itu sangat masuk akal. Candi Simping dikenal pada zamannya, mulai Kerajaan Singasari hingga berdirinya, kerajaan sang pemersatu ibu pertiwi, Majapahit. Di kompleks candi dengan luas sekitar 25 x 25 m2 itu, sebelumnya terdapat patung Raden Wijaya. Juga ada lingga dan yoni, sebagai perwujudan kaum lelaki dan wanita. ”Sekarang patung Raden Wijaya sudah dibawa ke museum nasional di Jakarta. Yang tersisa hanya seperti ini,” tukasnya.
Meski terkesan merendah, tetapi hasil kerja warga Desa Sumberjati itu, tampak dari lokasi candi. Seluruh pagar dicat warna putih kendati menggunakan kapur. Sementara di samping pagar tersebut, terdapat nangkala yang ditemukan berantakan. Saat ini, sudah ditata rapi kendati tak sesuai dengan bentuk maupun bangunan candi. “Saya ini SD tak lulus. Jadi sebisa mungkin belajar sambil menata candi agar rapi tidak berantakan,” ujarnya.
Candi Simping juga mempunyai ciri khas sesuai candi yang dibangun pada Zaman Majapahit. Seperti menghadap ke barat, kemudian ada ukiran bunga teratai, dan ukiran ular dan kura-kura sebagai perwujudan Dewa Wisnu. Namun, candi itu kini berubah arah. Bila sebelumnya menghadap ke barat, sekarang pintu masuknya dari selatan. ”Berubahnya karena di samping pagar, tanahnya milik orang lain. Sehingga tak bisa digunakan,” kata Edy sambil tersenyum.
Kenapa bisa berubah? Edy hanya menggelengkan kepala. ”Sudah sejak zaman kakek saya. Dulu orang mematok tanah sudah bisa menjadi miliknya sampai sekarang,” katanya.
Sambil membenahi topinya, Edy menuturkan. Candi Simping tak bisa dilepaskan dari keberadaan Sungai Brantas, maupun candi-candi di sekelilingnya. Di luar kompkleks candi sebenarnya masih banyak batu-batu candi yang ditemukan. Arahnya melintang ke utara menuju ke Sungai Brantas. ”Mungkin dulu digunakan sebagai jalan dari Sungai Brantas menuju ke Candi Simping. Ini dapat dipahami, karena Sungai Brantas merupakan jalur perekonomian kala itu,” lanjut Edy bersemangat.
Sambil duduk di gubuk yang berada di pojok Candi Simping, Edy bersemangat membangun angan-angan. ”Jika dilakukan renovasi candi, saya hanya ingin menjadi kuli bangunan proyek pemugaran,” tukasnya. Menurut Edy, gajinya sebagai PNS tak cukup untuk membiayai kehidupannya. Karena itu, dia ingin menambah penghasilan dengan cara menjadi kuli bangunan, bila candi ini dibangun. ”Bagaimana cukup mas, anak saya 3, belum untuk membiayai mereka sampai SMA. Dengan gaji di bawah Rp1 juta, bisa dibayangkan bagaimana mengaturnya, pasti kalang kabut,” ungkap Edy.
Harapan Edy, kini tinggalah harapan. Janji-janji para pejabat, tinggalah janji. Candi Simping masih tegak berdiri meski tak direnovasi. Bongkahan Nangkala dan Mangkala, masih menjadi saksi bisu sebauah kejayaan era Majapahit. ”Dibongkar, direnovasi atau tidak, diperbaiki atau tidak, saya tetap hanya menjadi penjaga sebuah tanda kejayaan masa lalu. Buktinya hingga sekarang janji itu tinggalah janji,” kata Edy ketus.(edi purwanto)

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog