Widgetized Footer

Jul 21, 2007

Menunggu Pakem Jaranan Kediren

Putri Dyah Ayu Songgolangit Bisa Jadi Ciri Kediren

Menentukan pakem seni jaran Kediren tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi saat ini ada sedikitnya 50 perkumpulan seni jaranan di Kota Kediri, mempunyai gaya serta penampilan yang berbeda-beda dalam setiap aksinya di panggung.

Perpaduan suara gong, kenong, kendang, angklung serta terompet dan suling, menggelegar dalam setiap pagelaran seni jarananan. Tembang pambuka (pembuka Red) melengking sesuai bunyi terompet menggugah kaki untuk bergerak. Sesaat kemudian, penari pria mengenakan baju putih layaknya prajurit keraton meloncat ke tengah lapangan. Geraknya lincah dan sedikit seperti banci. Setelah penari itu, tiga penari lain muncul dengan seragam yang sama. Keempat orang itu berdiri sambil memegang jaran kepang berukuran kecil. Tangan kanan, memegang pecut sesekali melecutkan hingga berbunyi layaknya petasan. Setelah memamerkan tari olah keprajuritan, muncul singo barong menyalak menggeram dengan cara mengkatupkan mulutnya. ”Plakk, plakk” Suara dua kayu yang menimbulkan suara unik itu, mengiringi penampilan salah satu group kesenian jaranan Taruno Setyo Budoyo dari Bandar, Kota Kediri.
Sepintas prolog kesenian jaranan itu, tak menampilkan aliran Sentherewe, Pegon, ataupun Jawa. Dari semua ciri khas itu, dirangkum menjadi satu penampilan dalam peragaan itu. Para pinisepuh seni jaran kepang Kota Kediri banyak juga yang terperangah dengan penampilan itu. ”Ini alirannya mesti sentherewe, karena pakai kuda kecil, baju serta ciri khas gamelannya menggunakan terompet,” kata seorang pinisepuh sambil mengamati penampilan group itu.
Ternyata penilaiannya tak sepenuhnya benar. Di tengah-tengah aksinya, para penari juga menampilkan aliran lain, seperti pegon maupun jawa. Juga kemunculan Prabu Klono Suwandono, serta Patih Pujonggo Anom, hampir sama dengan tiga aliran seni jaranan yang saat ini berkembang. ”Ini hanya sebagai alternatif saja. Apakah semuanya dirangkum menjadi satu pakem kediren atau bukan, terserah pinisepuh. Karena sudah sepakat membentuk pakem Kediren, maka kita akan membentuk tim agar cepat terealisasi,” terang Guntur Tri Uncoro.
Masih banyak versi tentang pakem seni jaran kepang Kediren. Mulai ukel (gaya Red) menari, kemudian cara masuk ke dalam arena ataupun keluar, juga perlu dipakemkan. Setelah terbentuk pakem itu, akan disosialisasikan hingga pada akhirnya terkenal dengan Pakem Jaran Kediren. ”Setelah menjadi budaya nanti, jika orang melihat maka akan menilai; oo ini lho pakem jaran kediren,” ungkap Guntur.
Selain merangkum semua aliran menjadi satu, alternatif kedua bisa digunakan. Yakni memunculkan toho Dyah Ayu Songgolangit dalam setiap pentas kesenian jaranan. Alternatif ini mempunyai kelebihan belum pernah dicoba di perkumpulan seni jaran kepang. Tak ada yang memunculkan tokoh putri Kerajaan Kediri itu. ”Jika harus memunculkan tokoh Dyah Ayu Songgolangit, maka harus ditata kapan ia muncul, dan bagaimana dia bergerak seni tarinya,” kata seniman yang juga Staf Dinas Pariwisata Kota Kediri.
Untuk itu, kata Guntur, tim yang dibentuk terdiri dari koreografer serta pinisepuh mempunyai tempat yang penting dalam penataan gerak. Tim ini yang akan menentukan pakem setelah merekam beberapa pagelaran seni jaranan pakem Kediren.
Sementara itu, Sukisworo, Ketua Paguyuban Seni Jaran Kepang Kota Kediri, mengatakan, pembentukan pakem itu merupakan pendekatan strategis budaya lokal. Sehingga akhirnya, menjadi aset pembangunan budaya lokal yang berorientasi pada budaya nasional. ”Dengan membentuk pakem yang akan dikerjakan Tim dari Dewan Kesenian Kota Kediri maupun dengan pinisepuh seni jaran kepang, maka jaranan akan menjadi seni kebanggan Kota Kediri yang tetap eksis di era globalisasi ini,” terangnya.(edi purwanto)

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog