Widgetized Footer

Jul 21, 2007

Menunggu Pakem Jaranan Kediren

Muncul Tiga Aliran, Hingga Campursarian

Perkembangan seni jaran kepang sangat pesat seiring ciri khas kesenian rakyat yang berkembang dari mulut ke mulut. Bentuk dan ceritanya pun kadang, berubah seusai tuntutan zaman. Ada tiga aliran yang kini menjadi primadona, Sentherewe, Jawa, dan Pegon. Bahkan ada yang digabung dengan campursari yang kini sedang naik daun.

Bertahan di tengah derasnya gempuran kebudayaan global, membuat seniman jaranan di lembah Brantas harus berinovasi. Seniman jaran kepang Tulugagung, ternyata lebih dulu mengambil inisiatif. Gamelan jaran kepang yang khas hanya dilengkapi, suling, kendang kempul, angklung dan suling, kini semakin bervariasi. Seperti dinovasikan kelompok jaranan kepang Turanggo Savitri Putra yang mencampurnya dengan tembang-tembang lain. Akhirnya menjadi jaranan campursari. Seiring perkembangan waktu, bisa jadi apa yang dilakukan Turonggo Savitri Putra menjadi pakem jaranan. ”Langkah-langkah ini perlu itempuh untuk menciptakan kreasi jaran kepang kediren,” terang Bambang Tetuko, moderator seminar mencari identitas seni jaran kepang pakem kediren.
Sebenarnya, jauh sebelum Turonggo Savitri Putra berinovasi, sudah muncul aliran gerak dan musik seni jaran kepang di seting wilayah lembah brantas. Di Malang, Tulungagung, Kediri, dan Blitar, ada seni jaran kepang Sentherewe, Pegon, maupun Jawa. Tiga aliran ini muncul seiring dengan semakin berkembangnya seni jaranan dari mulut ke mulut. Dengan demikian, bisa dikatakan kemunculan seni jaranan anoname (tanpa pencetus), dan tak ada yang bisa mengklaim siapa penemu aliran-aliran itu. Menurut Guntur Tri Untoro, satu dari 3 pembicara, tiga aliran itu mempunyai perbedaan dan persamaan. Aliran Sentherewe selama ini dikenal dengan ciri, kudanya kecil, berbaju lengkap dengan udeng, dan celana kuda. Untuk tetabuhannya (musik), menggunakan ketuk kenong, kempul, gong, kendang, serta terompet. ”Terkadang dalam penampilannya bisa makan makanan yang gatal-gatal ataupun kaca. Ini penampilan khas aliran Sentherewe,” terang Guntur.
Aliran kedua adalah Jawa. Aliran ini ciri khasnya pada jaran kepang yang besar. Empat penarinya memakai celana kombor dan ueng bersenjatakan pecut. Mereka menari lemah gemulai diiringi ketuk 1, kempul 1, kendang, angklung, dan suling. Untuk aliran ketiga adalah pegon. Mulai jumlah penari, kemudian cara berpakaiannya hampir sama dengan aliran jawa. Yang membuat beda, di aliran ini, suling diganti menggunakan terompet. ”Suara terompet ini juga khas Kediri,” terang Guntur.
Kedatangan Islam pada beberapa abad silam, membawa dampak dalam kesenian jaranan. Seperti yang diungkapkan Hanif, pimpinan Perkumpulan Jaranan Turangga Sakti Kota Kediri. ”Jaranan itu, berasal dari kata belajaro sing temenan ( belajar yang sungguh-sungguh),” katanya. Ungkapan Hanif merupakan makna dari aliran Islam yang masuk ke dalam sendi-sendi seni jaranan. Toh tidak hanya Hanif, sekitar 40 undangan yang hadir di Dewan Kesenian Kota Kediri, dalam seminar mencari identitas (pakem Red) Jaranan Kediren, Rabu (18/1) malam, juga kebingungan ketika ditanya pakem Jaranan Kediren. Hanif berpendapat keras karena memang ada dasarnya. Selama ini, kesenian jaranan sering dianggap seni abangan. ”Jaranan bisa juga digunakan dakwah. Belajaro sing temenan itu, merupakan pesan-pesan dakwah yang hingga saat ini masih relevan,” jelasnya.
Tidak hanya agama yang menyeret masalah jaranan. Politik pada era 1960an, atau bahkan hingga sekarang, masih senang menyeretnya dalam wilayah praktis. Seperti diungkapkan, Suhadi Sudomo, seorang pinisepuh jaranan Kota Kediri. Pada masa 1960an, jaranan sering dijadikan alat politik mencari massa. Termasuk apa yang dilakukannya kala itu. ”Saya mendirikan jaranan memang dengan tujuan untuk politik yakni mencari massa,” katanya.
Bila demikian, ketika kegiatan politik sudah tidak ada, maka kesenian bisa mati dengan sendirinya. ”Ini yang saya tidak inginkan jika seni jaran kepang pakem kediren terbentuk,” ujarnya.(edi purwanto)

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog