Widgetized Footer

Jul 21, 2007

Derita Sunarti, TKW asal Blitar


Baru Sebulan Di Hongkong, Pulang Lumpuh

Kisah pilu selalu mewarnai para pahlawan devisa di luar negeri. Sunarti,27, asal Desa Jiwut, Kec. Nglegok, Kab. Blitar, adalah satu dari sekian kisah pilu yang dialami tenaga kerja wanita. Baru sebulan bekerja di Hongkong, gadis manis ini pulang dengan tangan dan kaki yang sulit digerakkan.

Kepala Sunarti mendadak pusing ketika baru saja menyapu lantai di rumah Ho Mo Tae di Hongkong awal Nopember 2005, beberapa saat kemudian giliran matanya berkunang-kunang. Selebihnya semuanya hanya gelap, dan gelap. Dua minggu kemudian sejak 7 Desember 2005, seberkas cahaya mulai menyibak gelap yang selama ini dirasakan. ”Semuanya serba putih. Atap-atap kamar juga putih,” terang Sunarti ditemui Sindo di rumahnya, kemarin.
Saat itu, yang dia tahu kamar tersebut adalah sebuah rumah sakit di Hongkong. Dari catatan medisnya, ia dirawat di Hospital Authority Hongkong. Waktu berjalan sangat lambat kala itu. Nama maupun alamatnya pun, anak kedua dari empat putri Suwadi ini, tak mampu mengingat. ”Waktu itu saya seperti amnesia, tidak ingat apa-apa,” ujarnya.
Seperti orang asing, Sunarti mulai bertanya kepada suster yang merawatnya. Pertanyaan pertama kali yang diajukan adalah siapa namanya. ”Kata suster itu, saya bernama Sunarti dari Indonesia,” tuturnya.
Selain itu, dia juga diberitahu majikannya di Hongkong adalah Ho Mo Tae. Saat itu, hatinya tersentak. Cita-citanya ingin membahagiakan kedua orang tuanya dengan bekerja di luar negeri lenyap. Ia ingin bergerak tetapi tangan dan kakinya seperti tak mau beranjak. Hanya mata yang bisa berkedip, sedangkan bibirnya mulai bisa bergerak. ”Saya tanya susternya menggunakan bahasa mandarin, tetapi mereka bilang saya tidak sakit apa-apa,” katanya.
Belakangan diketahui, kalau di rumah sakit itu, ia sudah menginap selama 2 minggu. Padahal, menurut perasaan Sunarti, ia baru tertidur sehari. ”Sejak itupula, harapan yang dibangun sejak setahun lalu, musnah sudah,” katanya.
Sunarti dibesarkan keluarga Suwadi dengan tiga saudar kandungnya. Semuanya sudah menikah kecuali Sunarti. Dalam benak gadis berambut seleher itu, ia ingin membahagiakan kedua orang tuanya sebelum menikah. Suwadi, ayah kandungnya, yang bekerja sebagai buruh petani, mampu membiayainya hingga sekolah diploma 1. Sayang dengan ijazah itu, ia tak mampu meraih perkejaan sesuai dengan impiannya. Tak betah tinggal di Blitar dan mengangggur, ia bermaksud merantau ke Hongkong sebagai TKW (tenaga kerja wanita). Melalui PT Hikmah Surya Jaya, cita-cita Sunarti berangkat ke Hongkong tercapai pada Nopember 2005 silam. ”Ketika saya pingsan itu, saya baru bekerja sebulan,” katanya.
Dengan tubuh terbaring, ia meracau mengguman ayahnya Suwadi. ”Sok kaya masak aku diinapkan di rumah sakit mewah,” kata Sunarti menirukan cercaannya. Ternyata ia hanya mengigau karena stres berada di dalam ruangan hampir sebulan penuh. Beberapa kali darahnya diambil dokter. Bahkan, dia juga akan disuntik sungsum karena katanya terkena penyakit kanker otak. ”Mereka bilang kalau, tidak cepat ditolong saya bisa mati dalam setahun,” ungkap Sunarti menirukan perkataan para perawatnya.
Setelah sebulan penuh di dalam perawatan dr WM Lam, Sunarti akhirnya dipulangkan majikannya. Gaji selama satu bulan sudah diberikan. Sedangkan biaya rumah sakit ditanggung majikannya. ”Untungnya majikan saya baik, sehingga ketika pulang sudah dibelikan tiket kemudian diantar di bandara,” tutur Narti, panggilan akrabnya.
Di bandara, pramugari Indonesia sudah mengawal Narti. Di atas kursi roda, ia terduduk didorong menuju ke pesawat. ”Ya Allah saya tak bisa membahagiakan orang tua saya,” ungkap Narti dalam hati kala itu. Sampai di Bandara Juanda Kamis (19/1) tengah malam. Suasana duka pun menyelimuti kedatangan putri kedua Suwadi. Puluhan tetangga yang hadir tak kuasa menahan air mata. Perlahan butiran air mata mengalir di pipi ibu-ibu yang menyaksikan kurusnya tubuh Sunarti. Ia dibaringkan di kasur tipis di atas ranjang bambu. Matanya hingga saat ini masih kabur. Kaki dan tangannya tak bisa digerakkan. Ia ingin berobat tetapi tak kuat membayar pengganti obat. Vonis kanker otak yang sering diungkapkan perawat di Hongkong, tak dihiraukan Sunarti. ”Mau berobat bagaimana, saya tak punya uang. Ada uang Rp 1 juta dari PT Hikmah Surya Jaya, tetapi apa cukup. Yang penting saya bisa di rumah, sudah senang,” tuturnya.(edi purwanto)

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog