Widgetized Footer

Jul 26, 2010

Suramadu, Kebanggaan Semu?

.Ini bukan prediksi final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, antara Belanda versus Spanyol yang digelar Senin dini hari (12/7). Tapi ini masalah kebanggaan sebagai sebuah bangsa. Pertemuan dua finalis bangsa penjajah nusantara pada Piala Dunia 2010 ini memberi pelajaran yang sangat berarti. Konflik antarsuku, agama, perbedaan politik hingga dendam antarpribadi, akan menguntungkan bangsa lain.

Kekacauan akibat adu domba pernah dimanfaatkan para penjajah untuk menyelinap ke Indonesia. Bangsa Eropa pertama, menurut buku-buku sejarah yang menjejakkan kakinya di wilayah Indonesia adalah bangsa Spanyol dan Portugis.

Politik adu domba membuat dua wilayah di bawah Kesultanan Ternate dan Tidore, dengan mudah dikuasai bangsa Eropa. Demikian pula masuknya Belanda yang diwakili Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602.
Gampangnya kompeni masuk juga dipengaruhi perpecahan raja-raja Jawa dari Kerajaan Mataram hingga Kesultanan Demak. Kalau diteruskan, catatan ini akan menjadi tulisan ngelantur tentang sejarah. Pada intinya, bangsa ini sangat mudah diadu sesama bangsanya bukan karena kemiskinan, tetapi barangkali karena negeri ini terlalu kaya. Jumlah suku dan bahasa daerahnya mencapai ratusan, potensi tambang mulai batu bara hingga intan permata berjuta ton, dan alamnya gemah ripah loh jinawi.

Meski kaya, negeri ini masih ketinggalan di banding negara di semenanjung Korea. Ketika Korea Selatan (Korsel) yang hari kemerdekaannya selisih dua hari dengan Indonesia, sudah melaju ke babak gugur Piala Dunia 2010, negeri ini masih gontok-gontokan. Entah di bidang perekonomian maupun olahraga, Indonesia masih kalah dibanding Korsel.

Dari segi perekonomian, Korsel sudah melaju cepat meninggalkan Indonesia. Menurut saudara-saudara tenaga kerja Indonesia yang ada di Korsel, mencari pekerjaan di Korsel ibarat membalikkan telapak tangan. Gampangnya mencari pekerjaan ini menjadi satu indikator kalau pertumbuhan ekonomi Korsel cukup baik. ”Paling banter menganggurnya dua hari. Setelah itu dapat kerja lagi,” kata seorang TKI yang sudah 5 tahun berada di negeri ginseng itu.

Pertumbuhan Korsel juga tidak lepas dari gaya hidup warga Korsel yang sangat cinta produk dalam negeri. Mereka bangga dengan bangsanya. Karena alasan itu, mereka juga enggan menggunakan barang-barang produk Jepang, yang dulu sempat menjajahnya. Mereka ingin menepuk dada bisa melebihi kemampuan penjajah dalam segala hal, mulai teknologi, olahraga, hingga perekonomian.

Kemampuan itu juga ditunjukkan daya saing mobil merek Korsel seperti Hyundai, Daewoo terhadap kuda besi asal Jepang. Sedangkan Indonesia belum pernah sukses menggarap mobil nasional. Kondisi serupa juga terjadi di peralatan elektronika. Warga Korsel selalu bangga dengan produk negerinya. Mereka bangga dengan merek Samsung, mulai tv hingga telepon seluler (ponsel).

Bandingkan dengan masyarakat Indonesia yang selalu bangga dengan produk luar negeri. Mereka bahkan dengan bangganya menggunakan produk bangsa yang dulu pernah menjajah Indonesia. Ribuan sepeda motor merek Yamaha, Honda, Suzuki, Kawasaki berkeliaran di jalan-jalan. Bila masuk ke dalam rumah, jarang kita menemukan tv merek Polytron. Padahal tv ini merupakan produk asli Indonesia. Sampai masalah Piala Dunia 2010, masyarakat Indonesia sebagian terbelah antara menjagokan Belanda atau Spanyol.

Untuk urusan sepak bola, Indonesia juga tidak ada apa-apanya dengan Korsel. Park ji Sung dkk sukses menembus Piala Dunia 2010 dengan penampilan menawan meski berhadapan raksasa Argentina. Sedangkan prestasi Bambang Pamungkas dkk hanya level Asia Tenggara. Kebanggaan sebagai bangsa juga dirasakan rakyat Spanyol pasca kemenangan 1-0 atas timnas sepak bola Jerman. Sukses tersebut menggumpalkan semangat dan motivasi rakyat Spanyol keluar dari krisis global

“Semangat rakyat Spanyol tumbuh kembali. Kami semua sangat bangga dengan hasil yang dicapai timnas. Ini adalah pelepas derita krisis ekonomi mengerikan yang diciptakan pemerintah. Hasil ini mengangkat semangat kami untuk melewati krisis ini,” ujar Loria Alejandrez, seorang wanita pegawai negeri sipil di Madrid, seperti dikutip Reuters, Seputar Indonesia, Jumat (9/7).

Itulah kebanggaan. Produk dalam negeri yang berkualitas, kemenangan tim sepak bola, atau prestasi anak bangsa lainnya, ternyata bisa mengungkit rasa bangga sebagai bangsa. Termasuk ketika Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) diresmikan setahun lalu. Tidak hanya rakyat Jawa Timur saja yang bangga. Tapi bangsa ini juga bangga karena memiliki jembatan terpanjang di Indonesia. Namun kiprah jembatan Suramadu masih jauh dari konsepnya sebagai kawasan ekonomi. Jembatan Suramadu sebenarnya digadang-gadang mampu mendorong investasi di kawasan Madura dan sekitarnya.

Namun setelah setahun berlalu, Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) belum bisa menjadi seorang Carlos Puyol. Gebrakan BPWS belum mirip tandukan bek tengah Barcelona itu ke gawang Jerman, yang mampu mengungkit semangat rakyat Spanyol keluar dari keterpurukan ekonomi. Lembaga bentukan pemerintah ini masih berkutat di lini belakang dengan tata ruang dan wilayah (RTRW) Suramadu, hingga terbelit masalah kekurangan dana. Tak pelak para investor yang sudah antre enggan melesakkan gol di Suramadu. Semoga Jembatan Suramadu bukan kebanggaan semu belaka. Make us proud, Indonesia!.(*)

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog