Widgetized Footer

Mar 11, 2007

Mencari Kota Tua Yang "Terpendam"

Seorang teman baru saja pulang dari BP3 Trowulan Mojokerto. Satu file berisi penemuan benda purbakala dibawa di dalam laptop. Kejadian ini merupakan hal biasa dalam sebuah peliputan berita yang memiliki kedalaman data. Namun data yang dibawa sungguh mengejutkan. Sebanyak lebih dari 389 benda purbakala ditemukan di Kabupaten Kediri dalam rentang waktu 1980 hingga 2007. Situs Tondowongso, di Dusun Tondowongso, Desa Gayam, Kec Gurah, Kediri, merupakan salah satu penemuan terupdate sepanjang 2007 ini. Penemuan situs yang diyakini terbesar setelah Candi Penataran di Kec. Nglegok, Blitar itu, sangat menyentak bagi warga. Sehingga ada saja yang berlomba-lomba menggali benda peninggalan Kerajaan Kadhiri, yang berdiri pada abad 14. Tak heran bila, Feri Amarullah,25, warga Desa Semanding, Kec. Pagu, harus meringkuk di tahanan, karena mencoba mengais rezeki dari "kereta kecana" yang dipendamnya di kedalaman tanah. Di sinilah letak permasalahannya. Pemkab Kediri belum mengoptimalkan potensi benda purbakala. Di satu sisi Bupati Sutrisno masih bermimpi membangun Monumen Simpang Lima Gumul (SLG) senilai lebih dari Rp54 miliar. Di sisi lain, potensi wisata sudah di depan mata tidak digali. Coba bandingkan dengan dana pembangunan Simpang Lima Gumul, dengan dana pengembangan benda purbakala. Jelas tak sebanding. Proyek mercusuar itu, bentuk dan ukurannya sama dengan monumen L’Arc de Triomphe di Perancis. Harapannya, monumen tiruan L’Arc de Triomphe Perancis tersebut, tak sekadar monumen. Tetapi merupakan obyek wisata yang banyak dikunjungi tourist-tourist internasional. Jujur saja, sedikit ada keraguan tentang pembangunan itu. Uang Rp54 miliar bukanlah dana yang sedikit. Uang tersebut bisa dialokasi untuk menggali seribu candi di Kediri. Permasalahannya, Pemkab Kediri mau atau tidak menggali kota tua yang "terpendam".

Kembali ke situs Tondowongso. Situs ini pernah diteliti Prof Sukmono pada 1957. Dan di sana, senior para arkeolog di Indonesia itu, menamukan sebuah komplek candi. Tetapi sayang, penggalian itu tak berlanjut. Hingga akhirnya pada Januari 2007, warga menemukan 14 benda purbakala di komplek tempat Prof Sukmono penelitian. Beberapa arkeolog di situs Tondowongso meyakini, situs tersebut erat kaitannya dengan Kerajaan Kadhiri. Apalagi dari studi sementara, arca dibuat pada zaman peralihan Jawa Tengah ke Jawa Timur. Bentuk arca dan bangunannya, lebih halus dibandingkan kebanyakan candi. Bila ditemukan prasasti Tondowongso, dan semakin memperjelas posisi Kerajaaan Kadhiri yang pernah jaya pada abad 14, Bupati Sutrisno nampaknya harus melek dengan kenyataan itu. Ia harus berpikir ulang tentang konsep pembangunan SLG. Setidaknya pengembangan SLG tidak hanya mengadopsi L’Arc de Triomphe di Perancis saja. Tetapi lebih menunjukkan Kabupaten Kediri, sebagai warisan dari Raja Jayabaya. Tengoklah Pulau Bali, dengan mempertahankan budaya dan benda purbakala, Bali telah menyedot ratusan juta wisatawan setiap tahun. Ini yang akan memacu pertumbuhan ekonomi masyarakatnya. Sekarang yang menjadi pertanyaan, akan dibawa kemana potensi wisata Kabupaten Kediri. Jika mengutip pernyataan Bupati Sutrisno, setelah pembangunan SLG selesai, maka diharapkan mampu menyedot wisatawan manca maupun dari dalam negeri. SLG dijadikan ikon wisata, sedangkan lokasi wisata penunjangnya adalah Gunung Kelud, dan Goa Maria Lourdes di Pohsarang. Produk asli Kediri akan dipasarkan di Kota Baru yang dibangun di selatan SLG. Sedangkan potensi wisata purbakala, hanya diberi porsi di sebelah barat SLG. Di situ menurut janji Sutrisno, akan digali peninggalan Kerajaan Jayabaya. Sehingga kompleks SLG akan menjadi satu komplek wisata, mulai peninggalan purbakala, wisata kawah Gunung Kelud, dan Goa Maria Lourdes di Pohsarang. Dengan impian seperti itu, ia berharap mampu menyedot jutaan wisatawan seperti layaknya P Bali. Singkatnya, mimpi itu akan menjadi kenyataan minimal pada 2010, ketika pembangunan SLG selesai. Toh tak hanya Bupati yang bisa bermimpi. Warga Dusun Tondowongso pun, bisa bermimpi. Mereka memimpikan Kediri sebagai kabupaten seribu candi. Sehingga setiap perempatan ada candi, kemudian di setiap desa ada benda purbakala. Untuk melindunginya sangat mudah. Libatkan masyarakat dalam pelestarian benda cagar budaya itu. apalagi persoalan pemasaran wisata, dengan sendirinya wisatawan akan datang menyaksikan bendabenda itu. Sehingga masyarakat tidak selalu dicekoki dengan mimpimimpi SLG sebagai tiruan L’Arc de Triomphe. Semuanya kini, bergantung pada komitmen Pemkab Kediri. Apakah mau menggali "Kota tua yang terpendam" atau "Membangun kota baru" di dalam istana mimpi. Semoga apapun keputusannya, kesejahteraan rakyat menjadi prioritas di atas segala prioritas pejabat pengambil keputusan. (edi purwanto)

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Hobi

  • Membaca
  • Menulis

Usai Deadline

Powered by Blogger.

Sinung Pangupo Jiwo

Blitar, Jawa Timur, Indonesia

Tulisan Lama

Search This Blog